11 October 2008

Sabit Merah Berbatas Bingkai Kaca2 (Doa tanpa Kata)

Sekejap, melupakan yang luput. padahal, yang sesaat itulah yang abadi. luput dari mata yang cukup awas, luput dari hati yang nanar mencari.

selembar demi selembar terbang melayang perlahan hingga ke bumi. helai nya tak lagi hijau segar, telah menguning sampai kering. pelan-pelan terjatuh, disunting angin yang bergerak lamban, melayang beberapa gerak, sampai akhirnya menyentuh bumi. helai-helainya tak lagi hijau, sudah kuning sampai kering.

buku-buku helaian seperti urat-urat yang tertanam, guratan-guratannya ibarat garis-garis tangan penentu takdir, semuanya pun akan demikian. akan terjatuh jika dahan tak kuat menyanggah. gravitasi terlampau kuat untuk dilawan.

rerumputan tidak menguning, di atasnya terserak daun-daun tua usia. daun-daun menguning sampai kering. rerumputan tak lagi berbasah embun, kering menawarkan kerinduan pada matahari.

aku lupa, kalau aku adalah matahari.

sementara kau adalah udara.

...
aku menjadi berguna, hanya karena ada bumi. ada manusia-manusianya yang takkan sanggup hidup tanpa cahaya. pun dirimu bermakna hanya karena ada manusia-manusia bumi, ada elemen-elemennya yang senantiasa butuh dirimu, udara.

mana yang lebih vital? tentu saja engkau. aku bukan siapa-siapa.

...

ini hanya sebuah penyadaran keberadaan. tidak lebih dari itu. suatu malam, seteah cukup lama bercengkerama, bulan tak lagi snaggup berpijar. dia bilang, pinjam dong sinarnya, hutangku kubayar saat siang, tak lah aku berani bersaing denganmu.

kau tak perlu bersaing, bulan.. jawabnya ialah kau pasti akan kalah. aku terlampau kuat untuk kau saingi. tapi, kau tetap mempunyai ruang di hati sesiapa-sesiapa. kau selalu dirindukan. cahayamu yang berhutang padaku dan belum lunas kau bayar itu ternyata mampu membius mata-mata sesiapa-sesiapa.

temarammu justru mengunci mata demi mata. sementara aku, tidak ada yang berani atau mampu menatapku, tidak ada yang tahu benar bagaimana bentukku. mereka hanya tahu rasaku. di saat aku sedikit terik, mereka mengeluh dengan meminta awan cepat-cepat bergulung menyapuku. saat aku sedikit malas dan bersembunyi di balik mendung, mereka mengumpat 'kemana saja aku?'

apa yang mereka tahu tentang aku?

Bulan yang masih sepenggal, baru seperempat purnama, sabit merah... lihat ke bumi sana, ada yang menatapmu, di balik kaca.

...

begitulah semestinya ia. begitulah semestinya.. begitulah...

12 comments:

Anonymous said...

Udara, matahari, bulan... kalian diciptakan dengan fungsi masing-masing yangg unik. Kalian semua berguna bagi manusia.. dan bagi manusia, kalian sama pentingnya.
Jangan ada yang merasa lebih penting, merasa lebih kuat... ojo dumeh.

nice reading... kita menjadi berguna karena ada yang membutuhkan.
Yang kaya dibutuhkan yang miskin, yang miskin dibutuhkan yang kaya. Dokter, tabib, berguna karena ada yang sakit. Kalau gak ada yang sakit gak ada profesi dokter.
Polisi, penjaga keamanan dibutuhkan karena ada penjahat. Kalau semua orang baik, maka gak ada profesi polisi, jaksa , pengacara, hakim
dst...
Jadi semua diciptakan berpasangan/berlawanan untuk menjaga keseimbangan itu.

Haris said...

Ada award buat hesra, silahkan diambil di blog pondokku

Anonymous said...

Don't know what to say.Semuanya serba abstrak ya? atau memang dikaburkan?

goresan pena said...

erik; tepat sekali, keberadaan seseorang atau diri kita ialah berkat keberadaan orang lain. tanpa disadari, kita saling berhubungan satu sama lain, dalam bentuk apapun..
seperti teorinya i ching yah...
anw, thx loh mas, buat award nya...hehe, berasa artis deh, dapet award segala...atau berasa meraih nobel kali yah....heheheheh....
big thx!

Chandra: semuanya benar!hehe.. coba deh, Uda baca tulisan ini lebih pelan lagi, sambil denger puisi lagu 'hatiku selembar daun'..
bayangkan kalau lagi di bawah pohon rindang, di sebuah bukit..
sambil me refleksi apa yang pernah terjadi dalam hidup kita. kenangan2 masa lalu..
ternyata, yang sesaat itulah yang abadi...

semoga membantu.

goresan pena said...

chandra: mungkin setting tempat seperti di pillar of the earth bisa dipake...hayooo, bebaskan khayalan mengembara kemanapun ia dituntun kendali pikiran!

Bambang Saswanda Harahap said...

senang bisa disini
ternyata harapan bisa menjadikan mimpi menjadi nyata

Anonymous said...

....bijak...

Anonymous said...

begitulah semestinua ia..
begitulah semestinya..
begitulah..

aku merasakan kepasrahan dalam kata demi kata yg dipenggal dr akhir kalimat..

salam daril jauh

Multama Nazri said...

Terimakasih Tuhan...diri ini masih bisa singgah disini, memasuki tulisan yang indah, penuh dengan makna dan pesan....
Objek perbandingan yang tepat...

Anonymous said...

itu puisi atau curhatan pikiran..om..??

Saya makan Nasi Lemak said...

sis ini alamat blog baru aku..

http://bluhellish.blogspot.com/

sekarang tulis puitis yaaa...

goresan pena said...

*bambang; selamat datang sahabatku... senang sekali menyambutmu... mari berbagi ide kembali...

*pak djoko; hm, bapak memang selalu bijak, makanya saya senang baca berulang2 posting pak djoko..

*multama:trims sobat...
begitupun tulisan2mu...indah..

*theodora: sebelumnya salam kenal...
hm, saya masih perempuan, hehe.. belum pengen ganti orientasi seks, becanda...
anw, saya gak bisa bilang kalo' ini puisi, rasanya jel;as bukan...entahlah, belum ketemu juga genre nya apa...
hanya apa yang ada di kepala saya tuang dalam bentuk tulisan...
ada masukan?
trims.

*sham: haiii... lama tak bersua, pantas saja saya cek di blog lama tak ada posting baru. oke, nanti saya jalan2 ke 'rumah'mu..