28 February 2009

Sesaat adalah Abadi (2)


Hidup ini..
Adalah nyala pelita
Yang sebentar begitu terang
Lantas redup seketika...

Fragmen: Makna Cinta dan Kebersamaan

Kali Babarsari suatu sore

Sebuah fragmen yang menarik, menurut saya.
Sebuah keluarga sedang mandi di pinggiran kali. Sang Bapak memandikan anak gadisnya yang kira-kira masih kelas 3-4 SD. Bapak mengguyur air ke kepala si anak dan si anak tampak menggigil-gigil riang. Mereka tertawa riang. Lalu Bapak membebat si anak dengan handuk, setelah itu Bapak duduk di sebuah batu yang agak besar. Si anak yang masih berkemban handuk, memercikkan air ke arah Bapak. “jangan kaya ngono!” masih terdengar cukup jelas dari tempat saya duduk.

Kemudian, Sang Ibu yang sedari tadi mencuci pakaian, sambil mandi, menghampiri Bapak. Di siramnya perlahan tubuh Bapak yang memakai celana selutut itu perlahan, lantas dibalurnya dengan sabun colek dan di gosok-gosok punggung Bapak dengan sikat baju. Bapak diam saja menikmati sembari memperhatikan si anak yang memakai pakaian sendiri di tempat kering.

Ibu menggosok punggung, lengan, dada dan mengeramasinya serta. Lantas si anak yang sudah rapi, mendekati kedua orangtuanya dengan membawa pakaian salin Bapak. Ibu kemudian mengguyur Bapak untuk membilas sabun yang menempel. Lalu Bapak berganti pakaian.

Ketiganya, kemudian berjalan beriring. Ibu membawa bakul berisi baju-baju cucian, Bapak menggandeng si Anak dan si anak mengayun-ayunkan keranjang yang kiranya berisi sabun, sikat dan perlengkapan lain.

Alangkah indah sore itu.
Saya yang ‘lari’ mencari-cari sebuah makna akan kebersamaan dan cinta, kemudian mendapat jawaban dengan sebuah kesederhanaan. Betapa indahnya hidup jika kita bisa melihat lebih jujur, lebih rendah hati, lebih bersyukur…

Yang terakhir yang paling penting, menurut saya.

Itulah sebuah hakekat cinta… sebuah kesederhanaan…

Ahhh, tiba-tiba hati saya nyesekk… iri melihat kebersamaan ‘biasa’ itu. dan tiba-tiba saya ingin memeluk suami saya. Tidak dengan kata-kata… hanya pelukan, dan airmata yang tersimpan. I miss you, Pa….

26 February 2009

Antara Sapardi dan Patjar Merah

Percaya nggak kalau Tuhan pasti akan mengabulkan setiap keinginan kita? dan hanya waktu yang akan menjawabnya. Saya percaya..

...
Maret 2003

sebuah surat datang, dari seorang teman, sahabat, kekasih: Patjar Merah. berhubung di bulan itu saya berulangtahun, jadi..isi surat itu adalah hadiah.. setahun sebelumnya, ia memberi Pagina Kosong dan sebuah Kipas Ternate yang sangat bagus..(paling tidak menurut saya). lantas di tahun itu, ia mengirimi sebuah buku Nyanyian Sunyi, Khrisnamurti. dan sebuah kartu, bertuliskan sebuah sajak..

sajak itu adalah salah satu puisi Sapardi Djoko Damono,
: AKU INGIN (pernah saya posting juga beberapa bulan lalu). begini isi puisi itu.

aku ingin, mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

aku ingin, mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Sudah terbayanglah bagaimana perasaan saya saat itu. dan hingga kini pun, saya mengakui, itulah hal teromantis yang pernah saya alami. hahhahaha...(menertawakan diri sendiri dalam luh).

Lantas, saya mulai mengenal karya-karya Sapardi, dan terakhir saya mengetahui kalau beberapa puisinya direpro dengan musikalisasi. alangkah indah lagu-lagunya, Teman...
diantaranya yang dijadikan musik puisi adalah Aku Ingin, Buat Ning, Gadis Kecil, Nocturno, Hatiku Selembar Daun, dalam Bis, Hutan Kelabu, Ketika Jari-Jari Bunga Terbuka, Dalam Diriku, Sajak Kecil Tentang Cinta, dan Hujan Bulan Juni..

Dalam hidup ini, rasanya jarang saya mengidolakan seseorang. Apalagi, bermimpi untuk bertemu. Sejauh yang saya ingat, hanya Michael Jackson (hiks..:p) dan Sapardi itu sendiri...

Dan Teman, Tuhan mengirim pertemuan itu setelah saya terbayangi selama lebih 5 tahun..

Sabtu,21 Feb 2009. sore itu di Cafe Momento.. akhirnya Sapardi benar-benar di depan mata saya. berhadapan langsung dengan saya. saya sangat menikmati kata demi kata yang mengalir lugas dan pelan dari mulutnya.
Saya banyak diam (tak seperti biasa), tentulah saya tak ingin kehilangan momentum.. saya perhatikan mata beliau, alis, kening, rambut, gerak bibir.. mata ini seperti tak mau berkedip, karena saya ingin merekamnya dalam memori saya..

beliau tertawa... saya tersenyum.

..

entahlah, sampai detik ini saya masih speechless.. padalah sudah berlalu beberapa hari. masih saja menikmati denagn senyuman semua itu.
saat Mas Goe mengatakan "ayo, cerita tentang Sapardi.." hm, bukannya tidak ingin.. tapi, saya masih saja menikmatinya dalam diam..

.

Tapi teman, inilah sedikit yang bisa saya bagi.
ada cerita yang cukup menggelikan juga. yaitu saat puisi beliau berjudul Hujan Bulan Juni dibuat film dengan lokasi syuting di Tasikmalaya, diceritakan bahwa Hujan Bulan Juni merupakan sebuah ketegaran seorang ibu yang senantiasa menanti anaknya pulang dan bla...bla...bla...(he...)

nah, saat di tanya ke beliau apakah benar isi puisi itu bercerita tentang perempuan?, tau ga jawabnya apa?

"enggak tuh... puisi itu bercerita tentang korupsi"

nah lo....

saya sepakat saat beliau mengatakan bahwa setiap orang bebas menginterpetasikan apapun karya orang lain, puisi yang menjadi multitafsir... karena, itulah hebatnya seni.

satu lagi yang paling nyantel yang beliau katakan:
"menulis ya menulis saja! jangan minta pendapat orang lain bagus atau tidaknya"

...

Saya sudah bertemu Sapardi...
Sekarang, saya berdoa: semoga saya masih diberi waktu untuk bertemu Patjar Merah.
karena saya meyakini sebuah persahabatan yang diberi, seperti yang dikatakannya bertahun2 lalu..

"friendship is a promise made in the heart,
silent..
unwritten..
unbreakable by distance
unchangeable by time
take care always"

23 February 2009

sesaat, adalah abadi

adakah perlu dua kata itu?
maaf,
terimakasih.

ada luh,
dan itu bahagia.

aku ingin aku bahagia,
kau juga.
dia terlebih.

maka berbahagialah

luh, adalah syukur

untuk pernah ada,
maka bahagialah..

"hiduplah..dengan ruh yang telah bernaung di nafasmu"

(berbahagia sajalah, Uda)

Menjelajahi Benak


Kucakar dinding tuk berkisah tentang galau tanpa kata
Kugoresi tiap rabaan tuk mengadu tanpa aksara

Lalu bersaksilah, kuminta!

Berteriaklah untuk yang tak lagi dapat bicara
Berserulah untuk yang tak lagi mampu bersuara

Dan kan kucatat dalam setiap detak..
Dan kan kurekam dalam kuasa otak..
Dan kan kuikat amarah yang beriak..

Lalu biarkan ku berbaring sejenak.

Tahan, perahu kembali bergerak
Tak perlu beranjak,
Biar jelajahnya merapat dalam benak.

Lalu biarkan ku berbaring sejenak.

22 February 2009

Tubuhku Sebatang Kayu


Tubuh ini hanyalah sebatang kayu,
Entah sejak kapan kulit terlucuti,
Entah sejak kapan jemari itu menggagahi

Tubuh ini hanyalah sebatang kayu,
Dianggap benda mati,
Dizinahi untuk kepuasan sendiri

Ahh, tubuh ini hanyalah sebatang kayu..
Kendati airmata tertahan menangisi,
Mana mahu dia sadar tuk berhenti!

(model pic: puput,
Pic by hesra)

21 February 2009

Menyimpan Hidup di Kota Racun


Pic by Adit

Racun,
Lantas seluruh isi kota ini yang kulihat adalah racun
Racun yang tak lagi dari kecubung
Ini santapan pagi kita..
Silahkan…
Hirup nikmat Carbon, hingga nafas tersengal
Kunyah kenyalnya formalin,
Jangan lupa teguk segarnya Merkuri
Dan mari..
Kita makan sekalian semua racun digital
Hingga radiasi bersahabat dengan tubuh
Ayolah kawan..
Kita ini hidup di kota racun
Dan dalam tubuhmu,
Tak lagi hanya empedu yang menyimpan Racun

19 February 2009

Eksekusi

Yang kulihat adalah nyawa!
Darah segar
Menggenang di lantai
dari sela jari-jari kaki
aliran sungai darah menelusuri betis, paha..
vagina membuka pintu rahim
meluruhkan nyawa di janin itu..

aku diam,
menelan ludah.
Pahit.

18 February 2009

Lansia: Mereka Menamai



Mereka menyebutnya Lansia
Matanya seperti mata ikan setelah 3 hari diangkut dari sungai
Ia menarik gerobak berjejal isi
Besi rongsok, Koran bekas, kompor minyak rusak, beberapa lipat karung goni, entah apalagi
Semua saling sikut mencari tempat
Ia menarik lebih kuat, beringsut ke tepi
Dua kali goyang, beru gerobak menurut
Sedan merah marun, mulus melaju setelah diberi jalan
Sementara ia, menatap jauh...jauh... pada debu tertinggal

Bajunya itu seharusnya putih,
Tapi diberi efek cokelat oleh debu
Ditambah kekuningan keringat yang selalu saja mengalir
"keringat, tandanya sehat"
Beberapa coreng cemoreng hitam,
Dari jelaga karbon kompor
Baju dengan perpaduan warna berseni tinggi itu,
Sekali lagi menyeka keringat di keningnya
Lantas ia menatap jauh...jauh... pada debu tertinggal

Ia harus menggoyangmlagi gerobaknya
Untuk eksis di jalan utama
Dan mereka, menyebutnya Lansia

(thx Adit...utk gambar yang keren banget...,makasih dah dipinjemin)

12 February 2009

Pandora ; Pertemuan Kedua


"aku pulang!"

bukan karena lelah, tapi aku sudah ingin pulang.
ingin membuka pintu rumah dengan tanganku sendiri, tak perlu kau sungkan membukakan. aku bisa. bukan karena mata kaki sudah tak mampu membaca arah, tapi dia ingin kembali.

aku pulang, ingin membuka pintu sendiri, membiarkannya sedikit terbuka, agar tidak terlalu pengap. ventilasi ada, hanya saja belum cukup. aku dari luar, perlu penyesuaian sejenak.

tidak perlu..
biar aku saja sendiri yang membuat teh. aku ingin melakukannya sendiri. tak perlu sesungkan itu padaku. aku ingin menikmati teh buatanku.

aku tahu, aku memang bukan pemikmat teh. aku memang bukan penyuka teh. ya! kau tahu betul.. aku lebih senang kopi, tanpa gula. seperti biasa.
tapi, sore ini aku ingin teh saja. biar aku sendiri yang bikin. biar kurasa, seberapa gula yang kuperlukan. takaran kita berbeda...

mari, kau mau menemaniku di beranda?
kau mau mendengarkan ceritaku selama aku mengembara?
kau mau berbagi secangkir teh denganku?
kau mau.. kutatap dengan lembut seperti dulu? mau kah?
mari...

------

kau mencemburui nya!
biar aku jelaskan.

di balik bingkai tebal matanya, aku memang selalu merindukan mata itu. mata yang tidak pernah kutatap langsung. matanya yang terlihat lelah, tapi tidak sebenarnya.

kukatakan, karena dialah aku masih hidup! memang benar, begitulah kenyataannya.
dalam hidupku, ternyata yang kusadari, adalah kebutuhanku akan dia.

tahukah...
dengan ketidaksengajaannya, dia lah yang memperkenalkanku pada pram, pada choelo, pada upasara, pada dr.lecter, pada burung hong, pada pandora, pada tan malaka, pada kesederhanaan, pada kehidupan, pada persahabatan, pada sebuah bentuk yang mampu berubah, pada lady of dream kitaro, pada pacar merah, pada sapardi, hingga aku menemukan sebuah lagu ;hutan kelabu,dan banyak lagi...

dia yang mengenalkanku pada semua yang kuketahui sekarang ini.

semua yang kumiliki saat ini,
yang sekarang menjadi milikmu!

karena dialah aku masih hidup!
aku menantikan pertemuan kedua.

biar aku tulis dengan lugas, di sini;

aku ingin bertemu sekali lagi dengannya. aku ingin pertemuan yang kedua, setelah 7 tahun belum terjadi, setelah aku sempat membangun tiang harapan di 5 tahun lalu.

aku ingin melepaskan bingkai kaca tebal yang selalu menutupi matanya. aku ingin menembus jauh ke dalam matanya. aku ingin membacanya.. aku ingin kembali bersahabat dengannya.

tahu kenapa aku ingin bertemu dia?

hanya satu hal...aku ingin mengucapkan terima kasih.

aku ingin berterima kasih. dulu dia pernah berkata : "biar persahabatan yang ada mencari bentuknya sendiri"

dia juga pernah bercerita di lima tahun lalu...

mengenai perempuan pertama yang diturunkan ke bumi, menurut mitologi yunani. pandora.

pandora dianugerahi banyak hal oleh para dewa. aprodith memberinya kecantikan, hermes memberinya keberanian, athena memberinya roh, demeter mengajarnya memelihara taman, apollo memberinya suara merdu bernyanyi, poseidon memberinya kemampuan agar tidak tenggelam. hera memberinya rasa ingin tahu, dan Zeus membuatnya menjadi perempuan nekad!

selain semua itu, Zeus memberi pandora kota, dengan sebuah catatan : "JANGAN MEMBUKA KOTAK ITU!"

pandora adalah manusia yang memiliki keingintahuan lebih dan lebih... salah kah ketika dia membuka kotak itu?

aku jawab TIDAK!!

walau akhirnya keluarlah bunyi gemuruh.. penderitaan, kemalangan, kesengsaraan dan kemalangan dari kotak itu. tapi ada satu hal, yang harus diperjuangkan :HARAPAN!

lucu dan ironis... sesuatu yang sudah coba dijelaskannya padaku 5 tahun lalu, baru bisa kufahami sekarang. itulah ...

aku pun masih bertanya-tanya, mengapa harus ada jarak waktu diantara kami, mengapa harus ada perbedaan usia di antara kami, mengapa harus ada perbedaan pengalaman di antara kami.

aku tersengal mengejar kemampuannya, tapi, aku justru jungkir balik.

aku faham.

dialah semangatku! dia lah yang membuat ku hidup. dia hingga kini, selalu menjadi sahabat ku. selalu menjadi pendampingku. dengan caranya. dengan caranya, tak pernah berwujud benar-benar bersamaku. itulah dia; sahabatku yang kau cemburui.

jadi, mengertikah kenapa aku ingin pertemuan kedua itu?
mengertikah kenapa aku ingin membuka bingkai kaca tebal penutup matanya?
mengertikah?

aku hanya ingin berterima kasih. itu saja!

dan dia ; perisai amanagappa

------
pertemuan kedua..

bukan hanya sekedar aku ingin bertemu dia.
tapi aku ingin bertemu diriku sendiri, sama seperti suryomentaram..

yang pergi menjelajahi kehidupan, demi untuk menemukan dirinya sendiri.
menemukan dirinya sendiri.

mudah untuk sebagian orang, sulit untuk sebagian lainnya. aku yang terakhir.

aku ingin bersahabat dengan diriku. mencoba memahami diriku.

aku tengah berlari-lari kecil, tak ingin terlambat keluar. aku berlari di dalam labirin. jalan berputar, penuh jalan-jalan buntu menyesatkan.

beri waktu, untuk pertemuan kedua itu. saat aku bisa mengucapkan 'terima kasih' dan mungkin aku akan mendapati diriku sendiri. diriku yang kucari selama ini. dia pernah berkata; "aku hanya cermin wajahmu"

maka biarkan aku bertemu, mencarinya..untuk melihat pantulanku.

-----

suara kecil membangunkanku, jika untuk pertemuan kedua itu kau masih hidup, lantas, setelah pertemuan itu, kau siap mati?

entahlah..
siap atau tidak...hm, waktu terkadang membawanya menjadi dusta.

yang jelas, aku ikhlas, tak ada lagi prasangka.

-----

"aku pulang"

kukatakan itu lembut di telingamu. memastikan kau tidak akan kehilanganku. tidak jiwaku, tidak tubuhku, tidak perasaanku.

aku memang masih menyimpan harapan itu... aku ingin ke venesia, aku ingin ke mentawai, aku ingin menjelajahi pelosok negeri, menjadi guru di dusun-dusun dayak terpencil, aku ingin menjadi penyuluh pertanian, aku ingin menjadi ibu untuk anakku yang bisa menjadi sahabatnya, aku ingin menjadi milikmu sebagai rekanmu, sebagai kekasihmu, sebagai sahabatmu, sebagai partner mu.

aku ingin seperti dulu..
aku ingin mengumpulkan puing-puing hatiku. aku ingin membangun retakan-retakan kepercayaanku. aku ingin berjuang untuk itu.

ingat mimpi kita?
kita akan ke tanah suci, berdua..
sebagai pengganti bulan madu kita yang tidak pernah ada..
sebagai pengganti masa-masa pacaran kita yang terlewat..
sebagai pengganti waktu-waktu kita yang terbuang percuma..

aku mencintaimu, dengan hatiku..
aku mencintaimu...
ketahuilah itu..
sadarilah itu..
fahamilah itu..

-----
di malam itu, ingatkah..?
saat kita terbawa dengan emosi kita.. kemana kita lari?
kemana kita pergi?
bukankah kita sama-sama menangis? menangis telah saling menyakiti? menangis telah saling melukai?
kemana kita lari?
hanya padaNya kan?

kau larut dalam zikir, sementara aku terdiam dan hanyut dalam tangis...

bukankah hidup ini perlu pengertian?

ingatkah saat kau memelukku untuk pertama kali?
saat kau menyentuhku saat pertama kali?

tapi itu tidak penting, karena yang jauh aku rindukan adalah kebersamaan kita. saat kita menjadi tim yang tangguh untuk anak kita, saat kita membangun mimpi-mimpi bersama dan tidak hanya kau yang bekerja. saat kita ingin berbagi dengan mereka, tidak hanya aku yang bergerak..
saat kita ingin berguna untuk oranglain, maka kita harus bekerjasama.

dan aku melakukan dengan caraku sendiri. kumohon, mengertilah...

aku merindukanmu...
dan aku selalu milikmu. selalu.


impluls
5 Sept 08

11 February 2009

Lantas..

Saat perintah pertamaMu berseru,
IQRO!
Mataku, yang pertama membaca
Lantas hatiku, dengan suara..
Baru mulutku, dengan lafaz

Saat perintah fardhuMu berkumandang..
Inderaku yang terlebih dahulu Kau bersihkan,
Lantas jiwaku dalam pasrah sujud,
Kemudian nafasku dalam dzikir

Saat Kau memanggilku,
Rohku yang pertama, menyahut
Lantas jasad melepas nyawa

Yang kupinjam ku kembalikan.
Hidup

050209

07 February 2009

Dendam 2


Aku menyimpan hari..

nanti,
kau yang akan menangis!
membayar airmataku hari ini..

langit menabung nya,
tunggu saja!

Dendam

aku capek..
tapi bisakah kukatakan,
"aku lelah dan hendak rehat?"

berhenti sama saja dengan menyerah,
dan itu bukan aku..

aku ingin menangis..
tapi, apa masih perlu?

aku ingin mengeluh, mengadu..
tapi, apa itu membantu?

aku ingin lari,
tapi, apa benar kan mengakhiri?

aku ingin hidup!
jiwa dan tubuhku hidup..

bisa merasakan kepal tinju mu,
bisa membalas tatap ancaman mu,
dan aku akan tetap hidup!

kau catat itu!

06 February 2009

Untuk Anakku, Sachy

Kudengar senandung nafas,
dalam hening

Nada mengalir detak jam,
bersanding

Kuselimuti kecupan,
berkali-kali

Di wajahnya..
Kuraba alunan mimpi.

Berpetualanglah..
Hingga esok pagi.

Ibu kan temani.

02 February 2009

Jelaga Luka

Sore berjelaga itu…

Sudah kukatakan, jangan pergi dan jangan melawan. Lantas, kau masih saja berlalu dengan senyum, senyum yang kuragukan sebagai senyum terakhir. Dan nyatalah semua itu. tak seberapa lama dari senyummu yang mengembang dan penuh keceriaan, lantas.. sore berjelaga itu menghantammu. Sore berjelaga itu mengantarkanmu pada dunia lain.

Darah segar itu masih mengental dan masih segar mengalir dari kepalamu yang terbentur. Masih terngiang darah merah itu menggumpal bersamaan pasir dan debu jalanan. Darahmu, mengalir… meninggalkan senyum di beberapa jenak sebelumnya. Senyum terakhir.

Lantas, mata itu tak lagi memancar sempurna. Lantas, mata itu tak lagi jernih menggoda. Lantas, mata itu tak lagi nakal ingin tahu. Lantas, mata itu nyalang tanpa nyawa. Lantas, aku yang ngungun..

Lantas, Gadis… aku melihat balon udara bersamaan terbang begitu indah berwarna-warni, seperti sebuah aura yang melayang. Sebuah ruh yang berhembus dan pergi menuju mayapada. Balon-balon udara warna-warni yang semakin jauh meninggalkan peti arcapada. Juga peti mati mu, kemudian.

Apa yang kutemui, dan akan kuceritakan jika aku bertemu lagi dengan sebuah sore berjelaga?

Pada kuburmu, aku tanam dendam. Aku bongkar rasa geram dan kutikam rasa rindu. Ingin kusudahi memori, tapi, Tuhan tak menghendaki, lupa segera tersudahi.

Entah, apa ini sore berjelaga seperti tahun-tahun silam. Entah…

Tapi, sore ini aku bertemu banyak kepala-kepala ditenteng, seperti membawa sandal jepit, lantaran banjir semata kaki. Anak-anak belia, baru saja memakan hati yang dibelah bapaknya di sisi jantung manusia. Darah-darah masih tersisa di bibir mereka.

Aku ngungun..

Lantas, berbicara mengenai darah dan nyawa.

Tanpa terbunuh pun, aku seketika mati.

Hilang pergi hati nurani, lantas, hilang kembali parigi jiwa. Sudah tak berbekas lagi.

Lagi-lagi lantas, aku rasakan pada diri sendiri. Aliran darah tersendat untuk kemudian berhenti. Tidak lagi suplai oksigen darah berfungsi, tidak… tidak peduli. Hanya saja darah enggan bersirkulasi.

Tungkai kaki sudah tak mampu bergravitasi, maka ia melawan sejadi-jadinya. Tak perlu ruh atau balon udara yang melayang, tapi tubuh ini, tubuh yang nyaris mati ini, seperti di bulan, seakan tak punya bobot.

Darah, memuncrat dari setiap arteri, lalu merembes dari tiap pori-pori.

Membayangkan mati, sekalian saja…

Bukankah nurani sudah mati? Lantas untuk apa? Jika pun isi kepala sudah suri? Lantas untuk apa jika hidup tapi diam membiarkan yang lain mati?

Jadi untuk apa? Untuk apa? Apa hanya menunggu mati?

Sore berjelaga itu, kala mataku menyaksikan seseorang mati, menghadapi sakaratul maut… sama persis seperti cacing tanah raksasa yang mengerang ketika disundut garam.

Hanya saja, garam tak menimbulkan luka, apalagi darah. Dan cacing, hanya hewan tanpa tulang belakang, tak kan seseram manusia.

Lantas, nyawa seketika tiada, mungkin bersembunyi pada tetes-tetes darah yang bergumpal bersama pasir dan debu di sisi trotoar, dekat bunga kembang sepatu, dan memerahi zebra cross setengah meter dari lengannya yang menangkup sebuah telepon genggam.

Pergilah Gadis, Mayapada lebih indah….

Jogjakarta, 27 Jan 2009
Pukul 23:51
(Di malam yang hening..mendengar dengus nafas Sachy)