30 May 2008
Dalam Diam
29 May 2008
bukan waktu
Walau lebih tepat tidak mau peduli
Atau berpura-pura tak peduli
Entahlah,
Hati manusia tak satupun mampu mengukur
Yang kupunya tentang dia hanya kenangan
Kenangan itu menggantung rapat di pelupuk
Kadang ia menghadirkan tawa,
Senyum bahagia
Tak tertukar suatu apapun jua
Tapi, jika sudah mulai tersadar
Yang hadir adalah airmata
Yang tergenang
Sebuah penyesalan yang belum tuntas
Sebenarnya tidak perlu
Kuyakinkan "ah,hanya masalah waktu"
Tidak..tidak..
Memori itu residu
Mungkin yang lebih tepat itu "momentum"
Meninggalkan dan ditinggalkan
Akan membawa luka yang sama
Hanya kedalaman nya saja yang berbeda
Torehan luka pada yang ditinggalkan
Akan lebih dalam
Masalah sepele, belum siap!
Momentum yang tidak tepat
Kalah
aku menelan ludah
terpahit
sehari,
untuk beberapa
kekalahan
semua indera bekerja
betapa tidak adilnya!
betapa tidak bersahabatnya!!
kekalahan-kekalahan wanita-wanita ini
wanita-wanita yang tak lagi
punya pilihan hidup
di matanya,
kusaksikan pemberontakan
di matanya,
kurasakan kebimbangan
di sudut kecil matanya,
kutangkap kepasrahan
betapa tidak adilnya!
saat semua
tidak lagi untuk dirinya
saat segala ego
sudah dibungkam rapat-rapat
saat doa-doa
pun tak lagi hanya untuk dirinya
saat sujud demi sujud
tak lagi dilakukan untuk dirinya
saat kekalahan
sudah demikian berkuasa
ah,
betapa tidak adilnya!
tapi apa balasan
untuk semua yang dikorbankannya?
kemudian..
dunia memandangnya sebelah mata
mereka..
yang selalu didahulukan
bagi hidup wanita-wanita ini,
mulai menelantarkan
peduli pun tidak!
beruntunglah kalian,
wanita-wanita yang masih
memiliki pilihan..
ah, semoga ini yang terakhir
(walau tidak mungkin)
semoga saja,
aku tak bernasib sama
seperti wanita-wanita itu.
Jogja,
23 Mei 2008
21 May 2008
Dusta
tidak ada yang tidak mampu
tidak ada yang tidak sanggup!
waktu mengajarkan banyak hal.
realita yang selalu bertubrukan dengan kehendak hati.
semua orang mampu menghadapi kehilangan, apapun itu.
hanya saja..
hati selalu meminta berkomromi,
selalu saja bernegosiasi.
ah,
ini hanya masalah sudah terbiasa atau belum.
dan belum bukan berarti tidak.
aku percaya apa yang terucap di saat itu.
tapi tidak untuk sekarang dan besok.
waktu terkadang membawanya menjadi dusta,
dan kau bisa hidup tanpa aku!
tak seperti yang kau katakan dulu.
Jogja,
20 May 08
16 May 2008
Tanda Tanya (neverland bagi peterpan)
Pernahkah kecemburuan mematahkan keraguanmu?
Adakah keyakinan mampu dibangkitkan
Dengan kesadaran?
Telahkah berkorban menjadi suatu kebiasaan
Dalam suatu hubungan?
Terkadang,
Memahami diri sendiri terlampau sulit
Dibanding mencoba mengerti posisi diri.
Mimpi rangkaikan segenap imaji,
Mengantarkan pagi dengan sekeping kenyataan.
Sudah lewat.
Pontianak,
121007
Rasakan ini dengan Senyuman, walau Perih
Ingatlah pada suatu ketika..
Tatkala langit begitu cantik
Diselimuti jingga,
Kau katakan bahwa kau
Tidak kalah dengan waktu
Kau ajak aku bersahabat dengannya,
Menjadikan waktu teman kita
Dan bersama menyambut esok.
Ingat pula tatkala mentari masih begitu muda
Berdiri di sisi jendela dalam bias kaca..
Rindu hati,
dan kau katakan;
" begitupun aku, ingin seperti udara,
menghampirimu..
rasakanlah kasih sayang ini dengan hatimu".
Ingatlah suatu ketika,
Pada malam-malam panjang
Yang kita isi dengan harapan dan doa,
Kita akan selalu bersama dan saling memiliki.
Ingatlah, bahwa hati kita pernah berdebar-debar
Membayangkan pertemuan yang tak kunjung datang.
Wahai kekasih,
Ingatkan dirimu sekali lagi..
Ada yang tertinggal dan membekas.
Bujuklah kakimu,
Agar tak begitu saja melangkah pergi.
Jogjakarta,
180707
Mentari Tlah Pulang
Dengan sejuta cerita,
Ia melangkah pergi
Telusuri jalan-jalan sempit curam
Yang tak berkesudahan
”inilah letak kebahagiaan”
katanya tenang.
Berbekal sekeranjang kegundahan,
Ia bayangkan..
Wajah langit yang sunyi berselimut mega
Di balik penopang mata ia jauh memandang
Bergumam di sela kumandang Adzan;
Mentari telah pulang.
Jakarta,
June 28’07
05052005
Dia
Icarus ku melesat
Menjauhi bumiPergi,
Terbang tinggi mendekati Mentari
Icarus ku melesat
Merentas langit
Hari ini,
Dia putuskan untuk pergi
Daedulus hanya menatap
Sayap anaknya meleleh
Terbakar...
Dan terjatuh ke samudera
Icarus, cermin...
Jakarta,
May 5;05
..Jkt..
i know!
Tiap orang pasti mengukir sejarah
Dan kemudian akan meniggalkannya!
Tapi aku percaya..
Tiap orang akan bercerminPada masa lalu..!
Dimana ia akan berkaca
Pada satu titik
Yang mampu membantunya
Melompat hingga batas ini.
I know..!
Jakarta,
Apr 26;05
21.05
a little regret
Ini hanya sebuah penyesalan kecil yang tidak perlu terjadi untuk perempuan lain. Saat ini kudapati pada seseorang yang kupikir tidak pantas mendapat perlakuan yang seperti itu, kupikir aku harus menceritakannya pada wanita lain. Agar lubang yang menganga itu tidak meminta korbannya lagi. Sehingga kalau perlu mengamati sedari jauh dan menghindari lubang itu. Karena untuk menutup lubang itu sangat sulit. Perlu berkali-kali pengerjaannya, seperti proyek jalan yang tidak pernah sempurna untuk jangka waktu tertentu.
Ketakutan dengan bayangannya sendiri. Karena terlampau sering bermain dengan pikirannya, tanpa meminta pendapat pasangannya. Seperti itulah seorang pria. Mengukur mampu dan tidak nya memberi kebahagiaan hanya dengan mengukur dirinya sendiri, alangakah malang!
Pernahkah bertanya apa yang diinginkan wanita? Mengapa selalu materi yang menjadi permasalahan? Kalau bukan materi, permasalahan lainnya ialah jarak, keterbatasan yang sifatnya fisik belaka. Ini hanya sekedar ketidak percayaan diri saja. Kalau memang tidak punya kepercayaan diri itu, kenapa tidak mulai mempercayai orang lain yang justru percaya padamu? Inilah pesanku untuk para pria yang mengaku sangat mencintai pasangannya. Cobalah menjadikan cermin itu benar-benar tempat berkaca. Tidak usah mencari bayang-bayang orang lain pada cermin yang mematut diri kita sendiri.
Inilah yang kusesali. Sedikit, atau banyak sungguh relatif. Hal pertama mungkin karena aku tidak punya keberanian untuk memompa keyakinanku dan tidak cukup tangguh untuk mencari tahu suatu kejelasan. Yang kedua, menyesal dengan perkataan dan keputusan sepihak darinya. Yang mengambinghitamkan kebahagiaanku untuk suatu hubungan yang dijalin berdua. Ini terlihat tidak adil untuk sisi peminitas ku. Aku sudah begitu yakin, tapi, mengapa keyakinanku tidak diyakini? Mengapa begitu mudah mengukur kebahagiaanku dari kacamata yang justru aku sendiri pun tak pernah memakainya.
Lima tahun yang sudah dijalaninya terlebih dahulu sementara aku belum.
Pesanku untuk sahabatku, teruslah berjuang dengan keyakinan yang ada. Sebaiknya tidak berhenti hingga di batas kau perlu merasa berhenti. Dan beri sedikit waktu, agar dia cukup bersahabat dengan keyakinannya. Jangan seperti aku yang hanya bisa menyanyikan lagu heloween; if I could fly, berharap bisa terbang dan bertemu dengannya. Atau hanya menyanyikan daffodil lament nya the cranberries sambil meminum secangkir teh di beranda rumah dan melamunkan indahnya saat-saat bersama dulu. It’s beautiful but it’s suck too, I can’t see.
12 May 2008
Biji Harapan
aku mencoba kembali
membangun sebuah basis pertahanan,
menata ulang reruntuhan kepercayaan,
sebenarnya ini tidak perlu di dramatisir.
ini hanya sketsa
yang kadang timbul tenggelam di permukaan
jauh di balik alam sadar,
tertanam rapi biji-biji harapan
segenggam kebolehjadian
yang pantas dipertanyakan.
harapan itu bukan untuk sekarang,
tidak...
tapi untuk penggal waktu ke depan.
dimana nanti wajah-wajah hanya akan menjadi cerminan,
batas jajah di mana telapak kaki sempat menjamah bumi,
sampai dimana hembusan nafas
mampu menghalau gegap keinginan
ini bukan hanya untuk hari ini,
ini adalah tabungan masa depan
kemudian bersenyawa dengan sejuta kemungkinan.
ini hanya secuil upaya,
untuk menjamah Dia....
sebuah kepercayaan pada Tuhan,
yang naik turun di setiap keadaan
28 April 2'8
05 May 2008
Dan Aku, Manusia
Aku Ingin
banyak hal romantis yang aku alami (tentu saja..:p)
tapi, yang paling romantis...
adalah...
suatu ketika, pak pos mengirimkan paket untukku.
isinya... (ada deh!)
dan sebuah kartu sederhana berbalut sedikit batik berwarna biru
sungguh sederhana, namun isinya luar biasa!
tertulis disana sebuah puisi Sapardi Djoko Damono
Aku Ingin,
Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api
yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat
disampaikan
awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada
Jogja, 050508