30 July 2008

Nikmat Dunia


pic: meme 'n me
tittle; smile flow by Adi

mungkin memang seharusnya seperti ini..
akan sangat indah kalau sesuatu itu tidak semua dapat kita miliki.
ibarat kita melihat gunung dari kejauhan, begitu indah.
padahal kalau sudah dekat,
tidak lebih dari sekedar daratan yang agak meninggi.

begitupun kalau kita melihat awan dari atas bumi.
sepertinya sesuatu yang sangat indah,
sesuatu yang lembut seperti kapas yang bergulung-gulung.
padahal kalau kita berada di pesawat dan menembusnya,
awan tidak lebih hanya lah seperti kabut tipis yang biasa kita temui di bumi.

angan-angan memang indah.
dan kesedihan itu mungkin adalah jawaban dari doa kita atas berbagai pertanyaan mengenai kebahagiaan.
kita adalah orang beruntung!
yang pernah merasakan terjatuh dan mampu bangkit..
itulah nikmat dunia..
di saat kita menuruni gunung yang curam dan dingin
kita mengetahui, betapa enaknya menikmati hangatnya selimut di kamar yang nyaman
saat kita terbiasa tertawa dan suatu ketika kita harus menangis..
betapa kita mengetahui... bahwa kesenangan itu mahal harganya..
itulah nikmat dunia...

sesuatu yang kemudian aku disadarkan oleh seorang keponakanku meme, yang 10 lebih muda dari ku. usia tidak memandang siapapun unutk memahami sesuatu.

terima kasih Tuhan, memberiku sahabat yang mampu menunjukkan pemahaman2 mengenai hidup ini dengan sejuta makna. terima kasih gadis2 ku... sahabat2 perempuan ku yang terbilang minim. tapi aku sangat bersyukur, Allah memberiku sahabat tidak dari kuantitas, melainkan kualitas. terima kasih untuk my soulmate : Meldha, Oka, Putri Atika, Bu Henny, my meme, adik tercinta ku Niar dan sahabat ku yang tak pernah tergantikan: Mama... i love you all...

jagalah kebersamaan ini selamanya, ya Allah... karena aku sangat menyayangi kesemuanya, seperti aku menyayangi diriku.

28 July 2008

baca..

"semua yang terjadi berikut resikonya ada sebuah konsekwensi logis dari apa yang dijalani. kita harus siap, kalau tidak.. lebih baik memilih diam"

Pemahaman


model pic :aska
tittle : a simple life

hidup adalah sebuah pemahaman.
pemahaman terhadap kelahiriah-an
kesenjangan,
kebutuhan,
perbedaan,
keberadaan.

sebuah pemahaman..
tidak lebih dari sebuah proses,
panjang atau pendek,
lama atau sebentar,
tergantung dari kekayaan pengalaman yang kita miliki.
tergantung dari kemampuan kita menyikapi.


dan itulah, sebuah kedewasaan

26 July 2008

betapapun itu..

ketahuilah..
aku mencintaimu dengan hati yang renta
aku menyayangimu dengan ketulusan yang hampa
aku mengharapkanmu dengan hati yang masih terluka
tapi di atas semua itu,
aku tetap mencintaimu..
betapapun itu.
dan aku selalu menyayangimu,
dengan caraku.
aku ingin..
aku bahagia,
aku ingin semua yang kusayangi bahagia,
begitupun engkau.
bahagialah..
memang, hidup ini adalah hamparan sisi-sisi
dan kumengerti,
di satu sisi ada bahagia,
tapi di sisi lain adalah luka
tapi tak mengapa,
paling tidak sudah ada yang bahagia..
bahagialah..
dan aku akan terus mencintaimu
dengan kekuatan yang rapuh.

betapapun itu,
kau tetap ayahku.

Bab 6. Japri Vs Jeron


Rumah itu terlihat sangat angker dari sudut manapun. Tapi, rumah itupun seakan memiliki daya magis yang mampu menyedot perhatian kami untuk selalu main di situ. Seluruh bahan baku penyusun rumah terbuat dari kayu. Tentu kayu-kayu belian kualitas tinggi ditambah banyak bengkirai dan meranti. Papan untuk lantai dan dinding masih terlihat kokoh walaupun atapnya sudah penuh tambalan di sana sini. Bahkan tak jarang bagian tertentu tidak ditambal. Suasana rumah itu gelap. Baik pekarangan maupun di dalam rumah. Sepertinya memang tidak ada listrik. Penghuninya hanya mengandalkan lampu petromak atau lampu sentir minyak tanah, itupun semprong (baca:kaca bagian atas sebagai penutup)nya seringkali tidak ada, pecah. Sehingga api yang menyala-nyala tanpa perlindungan menciptakan noda hitam dimana-mana, hangus yang tak bisa hilang.

Pekarangan rumah itu sebenarnya sangat luas. Untuk di depan rumah saja, setidaknya 150 meter persegi, belum termasuk di kiri dan kanan. Sedang dihalaman belakang, jauh lebih luas lagi. Mungkin dua sampai tiga kali lipat yang di depan. Hanya saja, sekeliling rumah itu terlihat seperti hutan tak terjamah. Tidak ada sumur seperti rumah orang-orang kebanyakan, penghuninya mandi di parit depan rumah mereka. Parit yang kotor, yang alirannya lebih rendah sehingga terkadang sampah-sampah dari aliran yang lebih tinggi terpaksa harus berkumpul di situ. Di halaman muka ditumbuhi beberapa pokok pohon buah, seperti langsat (baca;duku), rambai, jambu bol berwarna merah seperti apel, rasanya saja yang berbeda seperti langit dan bumi, jambu klutuk yang manis rasanya dan lebih banyak ditumbuhi rumput serta gulma yang menghiasi pekarangan, seperti seorang lelaki berewokan dengan kumis, jambang, dan janggutnya tumbuh subur tapi simpang siur tak dapat dirapikan karena masih hidup di jaman purba yang belum mengenal alat potong. Batu asah masih terlalu tumpul untuk memotong rambut-rambut liar itu.

Di sebelah kiri rumah tersebut juga ditumbuhi pohon-pohon buah lain. Ada jambu air dan jambu biji merah dan lebih banyak ilalang di sekitarnya. Kemudian di bagian belakang ada pohon yang sangat rindang. Pohon tarzan, kami biasa menyebutnya. Ada jalinan tali alami yang menjuntai-juntai dan biasa kami pergunakan untuk bermain. Berpindah dari dahan satu ke dahan lainnya. Persis sama seperti di film tarzan. Jalinan tali itu tebal, kokoh dan kuat. Tiga orang anak bahkan lebih tidak akan membuatnya putus. Di pohon itu tumbuh pula tanaman lain. Ada beberapa jenis. Yang pertama yang paling mudah dikenali adalah si epifit, anggrek merpati, termasuk kelompok dendrobium. Warna bungaya putih dan bila sudah berbunga, bunganya banyak sekali dengan aroma yang segar menyengat.

Lalu ada juga tanduk rusa. Hanya saja, letaknya sangat tinggi, jauh dari jangkauan kami. kemudian, ada juga tumbuhan lain yang merambat dan memiliki umbi. Biasanya umbi itu hanya tumbuh di dalam tanah. Tetapi untuk tanaman yang satu ini tidak berlaku. Hidupnya merambati dahan-dahan pohon besar tersebut, daunnya seperti daun strawberry dengan ukuran lebih besar sedikit, umbinya berwarna ungu atau geribang. Umbi tersebut enak sekali bila dimakan. Terutama jika dijadikan campuran untuk membuat bubur dan lainnya. Menyerupai bit, tapi bukan. Karena warnanya itu, maka umbi tersebut dinamai geribang.

Satu lagi tanaman merambat yang tentu saja saling bersaing inang di situ. Aku tidak tahu namanya. Tetapi penampakannya sangat mirip dengan tanaman anggur, hanya daunnya saja berbeda. Lebih mirip daun geribang tadi dengan permukaan yang lebih tebal. Buahnya ini yang ajaib. Sangat mirip dengan buah anggur. Karena bentunya inilah yang seringkali membuat liur mengalir ke tenggorokan seperti lilin yang meleleh karena di bakar. Tapi jangan sekali-kali mencobanya. Karena pengalaman pahit itu cukup aku saja yang mengalami. Dibalik penampilannya yang menawan, buah itu menyimpan rahasia rasa terbesar yang harus aku ungkapkan. Rasanya jauh dari yang biasa di kecap oleh lidah kita. Tidak manis, tentu saja, tidak pula asam, asin, bahkan pahit. Hanya saja, rasanya gatal. Gatal yang tak tertahankan menggelitik lidah, bibir dan seluruh bagian mulut kecuali gigi. Bagaimana menggaruknya?
Tapi yang paling menarik dari semua pohon buah-buahan yang tumbuh di sini adalah yang berada di sebelah kanan rumah. Ada sebuah pohon yang amat tinggi. Aroma buahnya menggiurkan, asam menggairahkan. Buahnya menyerupai jambu mete atau jambu monyet dalam skala yang lebih besar sekitar 3 sampai 4 kali lipat tanpa mete nya. Bila di belah, akan terdapat sebuah biji sebesar bola bekel berkeping dua. Ada juga yang secara alami partenokarpi (baca:tanpa biji), tapi itu jarang kecuali untuk buah berukuran lebih kecil. Kalau belum masak benar, maka rasa kelat akan lebih dominan dibanding rasa aslinya yang asam melebihi belimbing wuluh. Warnanya putih seperti lobak, maka itu disebut jambu lobak. Ini buah favorit kami. akan sangat menyegarkan memakannya dengan garam dan sedikit cabe.

Rumah yang bisa dibilang hampir bobrok itu, karena kotor dan tak terurus dihuni oleh dua orang. Keduanya laki-laki. Yang satu kuperkirakan berusia diatas 50, sedang yang satunya lagi, agak sulit memprediksi. Karena aku tidak pernah benar-benar memperhatikan, dugaanku tidak lebih dari 31. Yang terakhir ini namanya termasyur seantero gang morodadi yang keseluruhnya ada 5 dan daerah Kotabaru. Bukan apa sobat, dia mengidap sakit jiwa sudah dari dulu, tepatnya kapan terlalu banyak versi. Berulang kali masuk rumah sakit jiwa dan keluar lagi dan bikin ulah lagi. Siapa lagi kalau bukan Japri. Yang berusia diatas 50 tahun itu ayahnya. Seorang pria tua yang galak bukan main, mungkin karena sikap introvert nya untuk selalu melindungi Japri. Kami tidak tahu nama sebenarnya Bapak tua itu. Kebiasaan melayu di sini adalah menghilangkan nama orang-orangtua dan menggantikan dengan gelar anaknya. Misalkan saja ibuku, menjadi Mak Niar atau Mak Ari. Panggilan yang mengidentitaskan kalau ibuku itu adalah ibu dari anaknya yang bernama Niar dan Ari. Jadi, kepopuleran anak juga cukup menunjang orangtua untuk menjadi gunjingan warga gang, apalagi kalau anaknya terkenal nakal. Wah, orang tua bisa jadi selebriti dadakan.

Lelaki tua itu sudah beruban. Hampir menyelimuti seluruh kepala. Dia bekerja di pasar, sebagai kuli pada pedagang ikan. Setiap hari ia membawa ikan-ikan segala rupa, sisa dagangan si tauke. Jadi, walau dari jarak 50 meter, kami sudah dapat mencium kedatangan Bapak Japri ini. Mencium di sini adalah dalam arti harfiah yang sebenarnya, karena memang aroma amis ikan sangat kentara tercium. Aromanya mengalahkan bau kue bolu pandan yang dipanggang oleh rumah tetangga. Terkadang, pekerjaannya di bantu oleh anaknya Japri.

Seringkali Japri membantu ayahnya di pasar. Walau pun lebih sering lagi membuat kekacauan. Sekali lagi sobat, Japri ini sedeng, alias senget, seperti layangan yang kehilangan keseimbangan. Ada sesuatu di otaknya yang berantakan, sehingga tindak tanduknya tak terkontrol dan tidak dapat di prediksi. Dia bisa sangat baik memberi kami jambu lobak, memanjatkan tanpa perlu kami mengendap-endap dan mencuri. Karena kami sangat takut dengan ayahnya. Pernah suatu ketika, menurut cerita eNong dan Dewi ada yang mencoba mengambil buah jambu lobak tersebut, kemudian diketahui oleh Bapak Japri, jadi pencuri-pencuri lugu itu dikejar-kejar dengan sapu lidi. Tapi seringkali kesadaran Japri jauh di bawah kontrol. Sehingga ia sering mengamuk di pasar, bahkan memangkong (baca: bahasa melayu untuk memukul) orang yang tak bersalah. Itulah, dia tidak dapat diprediksi. Bisa kambuh sewaktu-waktu. Makanya sering keluar masuk Sungai Bangkong. Sebenarnya ini nama kecamatan, hanya saja lebih familiar untuk mengidentitaskan rumah sakit jiwa.

Ada satu hal yang membuatku kesal dan jengah kalau mengingat kejadian hari ospek ku. Apalagi kalau diingatkan. Tak tanggung-tanggung eNik, eNon dan Dewi menyakat (baca:meledek, olok-olok). Ini yang sering dikatakannya dulu. Membuatku jengah tanpa dapat melawan. Jorok, tapi aku tidak mengerti apa maksudnya dulu. Lagi-lagi, Sial!!
"cie…Shya, suke lah die tuh.. ngeiat bigi’ Japri. Sampe’ tak bekedip!"
respon ku kala itu hanya mengernyitkan kening dan tertawa bloon. Tidak tahu kalau yang mereka bicarakan itu sangat jorok. Ternyata yang disebut bigi itu berarti srcotum. Mana aku tahu. Kelas tiga SD kami belum mendapat pelajaran mengenai organ-organ reproduksi baik perempuan ataupun laki-laki. Bahkan sampai menamatkan SMA, di Biologi pun permasalahan ini tidak di singgung secara eksplisit. Selalu samar-samar. Guru seperti malu-malu kucing untuk membicarakan seksuality. Karena mungkin yang ada di benak mereka seks selalu identik denganmembuat anak atau make love, padahal jauh di dasar itu semua ada hal yang perlu diketahui anak-anak. Terutama berkaitan dengan tubuhnya sendiri berikut perubahan yang akan dialaminya. Tapi syukurlah sekarang sepertinya pendidikan kesehatan reproduksi sudah mulai tersebar, walau tidak rata.

Tapi, kadang aku juga berpikir. Seandainya pun waktu itu aku sudah mendapat materi mengenai kesehatan reproduksi khususnya mengenai oran-organ reproduksi, rasanya aku juga akan tetap mengernyitkan kening dan tertawa bloon menanggapi sakatan mereka. Jelas saja, karena di dalam bahasa indonesia, tidak mengenal kata bigi’ apalagi dalam bahasa kesehatan. Ah, kadang bingung. Melayu ini seringkali menyesatkan.

Suatu ketika, gang kami lengang sekali. Tidak ada anak-anak yang berteriak-teriak menangkap ikan, tidak ada tawa riang saat bergelantungan di pohon tarzan, tidak ada perkelahian saat memperebutkan buah jambu lobak. Dan semangat kami pun melemah. Kami hanya bermain-main dengan pelepah pinang yang jatuh di halaman rumang eNong. Biasanya permainan ini sangat seru dan mengasyikkan. Apalagi jika dimainkan di tengah panas matahari yang menyengat, debu-debu beterbangan, mengikuti gerak kami, kemanapun. Debu-debu dari tanah liat yang mengering sekian lama dan menjadi lempung dibalur tepung tanah yang terkikis. Debu-debu itu menyerupai asap di atas panggung pertunjukan dan superstarnya adalah kami yang berada di dalam pelepah dengan master ceremony nya adalah si pengemudi yang menarik ujung daun. Debu-debu itu membuat kami terbatuk-batuk, ditambah dengan tawa, membuat debu itu masuk ke tenggorokan lebih banyak dan lebih lama pula kami terbatuk-batuk.

Tapi, kali ini kami sepi. Padahal pemainnya masih sama. Masih ada aku, eNik, eNong, Dewi malah ditambah dengan kehadiran Niar. Kami ini adalah perempuan-perempuan yang kadang senang menggoda Japri, mengikuti anak-anak laki-laki yang lebih besar dari kami tapi tidak pernah mengikut sertakan kami dalam permainan mereka. Belum lebih tepatnya. Karena sesungguhnya, kami hanyalah sekumpulan anak-anak perempuan pemalu tapi ingin juga merasakan secuil kebahagiaan dari alam ini. Tapi sekali lagi, hari ini sepi. Japri harus menginap di Sungai Bangkong lagi. Yang merasakan kesedihan itu tentu saja ayahnya. Ia merasa semakin sepi. Pria sebatang kara itu kehilangan satu-satunya keluarga yang selalu setia. Ia semakin tempramen. Gampang marah, hingga kami mengambil kesimpulan, bahwa kemungkinan Bapak Japri sudah ketularan gila. Jadi kami tidak berani mendekati kediaman beliau. Takut-takut disemprot atau malah dikejar dengan sapu lidi. Padahal saat itu adalah musim jambu lobak berbuah. Duh… membayangkannya saja sudah membuat liur ini melilin.

Tidak sampai setahun, Japri dapat menghirup udara bebas. Merasakan kasih sayang ayahnya. Dan kasih sayang kami juga. Anak-anak kecil cenderung menunjukkan kasih sayang nya dengan celaan, candaan, bahkan keisengan yang mereka tidak sadari bahwa itulah salah satu bentuk perhatian. Mendengar Japri keluar dari orangtua kami, kami melompat kegirangan, padahal orangtua kami takut setengah mati. Takut kalau-kalau Japri menjadi kalab dan kami menjadi korbannya. Tapi itulah anak-anak, tidak peduli.

Kami masih sempat bermain bersama di sela-sela kesibukan Japri membantu ayahnya di pasar ikan. Banyak sekali ibu-ibu berspekulasi bahwa Japri sudah sembuh. Japri seringkali menolong orang. Membantu membawa belanjaan ibu-ibu sampai ke kendaraan mereka, atau sekedar mengembalikan uang yang terjatuh. Japri menjadi sosok yang kemudian paling santer di ceritakan. Warta yang tersebar adalah kesembuhan Japri. Tapi, kami berempat tahu kalau itu hanyalah spekulasi. Bukan karena kebaikan-kebaikan Japri itu hanya isapan jempol, bukan.. bukan pula karena Japri masih suka keluyuran sambil telanjang, bukan.. bukan. Bukan itu. Hanya saja, Japri masih menunjukkan gejala tidak waras. Dia masih sering meracau sendiri.
Bahkan yang terakhir kami lihat adalah dia yang mematung diam di tepi parit depan rumahnya. Seperti Narsiscus yang menatap keindahan tubuhnya pada parigi bayu. Yang kemudian terjun ke dalamnya dan menjadi bunga bakung cantik. Dikenal dengan nama daffodil. Sebuah lagu mengingatkan akan betapa tragisnya kisah itu. Sepertinya Japri sudah khatam dengan kalimat demi kalimat di dalam lagu itu. The Cranberries, Daffodil Lament. Ada kesan getir di wajahnya. Seperti dia tengah melihat masa depannya yang suram, esok.

And the daffodil look lovely today, look lovely today
in your eyes I can see the disguise
in your eyes I can see the dismay..
and the daffodil look lovely today, look lovely today


Tidak sampai sebulan dari hari itu, sebuah kabar mengejutkan kami. Sebuah kecelakaan menewaskan seorang gila. Seorang gila yang sudah menunjukkan kebaikan-kebaikan di akhir hidupnya. Seorang gila yang mampu memprediksi akhir hidupnya di tepi parigi kecoklatan yang kada keruh jika gabus-gabus dan betok terlalu lincah membuat anak. Seorang gila yang banyak memberi kebahagiaan pada kami. aku masih ingat pertemua terakhir di tepi parit itu. Kami tidak berani mendekatinya. Kami hanya memandang dari pohon rambutan di sebelah pohon pinang dekat pohon jambu bol. Perlahan, lagu itu terputar kembali, terseok-seok seperti piringan hitam yang sudah 100 tahun tidak dinyalakan. Pilu.

Bapak Japri tidak jelas pergi kemana. Aku yakin, hatinya hancur. Seorang ayah bisa kehilangan apa saja. Kehilangan harta benda, istri atau apalah. Tapi, seorang ayah tidak akan sanggup kehilangan seorang anak. Penderitaan dan badai besar itu akhirnya datang juga. Di wajahnya yang kasar seakan pernah kulihat dia berkata:

"seorang ayah yang beruntung ialah yang ketika mati akan dimandikan dan dikubur dengan anaknya, seperti ketika si anak lahir dan di adzankan oleh ayahnya, sedang yang paling menderita adalah yang melihat kematian anaknya di saat dia sudah berusia lanjut".

Pahit jika aku mengenang ini, aku bisa merasakan kasih sayangnya pada Japri. Anaknya yang sarat kekurangan, yang selalu membuatnya susah tentu. Semua tidak tersisa lagi. Seorang ayah itu pergi, melarikan diri dan tak ketahuan dimana rimbanya. Yang kemudian aku temukan di rumah itu adalah belanga yang sudah gosong pantatnya, piring-piring seng yang masih menyisakan beberapa butir nasi basi, kopi dalam cangkir seng yang entah sudah berapa lama dibuat. Kami semua menangis. Tapi tak satupun yang mengeluarkan airmata.
Bunga bakung kecil itu sudah pergi. Japri sudah almarhum.
----------------
Kesedihan di tinggal Japri masih membekas sampai sekarang. Seringkali kudengar mulut ibu-ibu mengucapkan nama suci Allah untuk mengucap syukur atas meninggalnya Japri. Aku kesal, aku ingin menghantam saja mulut-mulut itu. Tapi nyaliku ciut melihat dada mereka yang seperti hendak tumpah dari cangkangnya, juga melihat bokong-bokong mereka yang seperti bamper truk. Aku masih anak-anak. Kesedihan ini masih belum bisa terkalahkan dengan hal lain yang serupa. Bahkan saat aku kuliah nanti, aku mendapat berita yang mengejutkan mengenai teman sebangku ku yang tampan dan cenderung narsis akan mengalami hal yang kurang lebih sama dengan Japri. Terganggu jiwanya dan kemudian sempat menginap di Sungai Bangkong.
Bertahun-tahun mencoba melupakan sosok Japri. Sebenarnya tidak ada yang special. Hanya pertemuan yang terakhir itu yang memilukan. Setelah sekian lama, kemudian muncullah sosok lain yang ramai diperbincangkan di Pontianak, bahkan hingga sekarang. Sosoknya terbilang ganjil mungkin lebih tepatnya unik (ah, bahasa politis!). kalau kuceritakan fisiologisnya, aku yakin semua yang tinggal dan pernah tinggal di Pontianak pasti mengenalnya. Kalau tidak, berarti dia 100% kuper.

Ciri-cirinya seperti ini sobat..

Dia selalu ada di jalan seputar ahmad yani, atau sesekali bisa dijumpai di dekat kampus Universitas Tanjungpura. Kadang pula di Kotabaru, beberapa kali di Tanjungpura dan tak jarang di Teuku Umar dekat Telkom. Yang dicarinya adalah parit. Parit besar maupun kecil. Yang selalu dibawa sebagai senjatanya adalah pancing dengan cacing-cacing tanah sebagai amunisi. Rambut nya gimbal, bukan karena mengikuti trend. Bahkan mungkin saking gimbalnya, rambut itu seperti sarang semut yang sudah puluhan tahun dibangun. Entah sudah berapa tahun tidak dipotong, jangan ditanya apa pernah dikeramas atau tidak, karena jawabannya sudah pasti tidak pernah. Pisau-pisau atau gunting taman sekalipun mungkin akan bertekuk lutut dengan rambutnya. Yup! Benar sekali He is Jeron in the house, yo..! (ups, aku hanya sedikit menirukan gaya rapper, rapper gadungan maksudnya). Namanya Jeron.

Tidak ada satupun yang terganggu dengan Jeron. Dimanapun dia singgah. Bahkan di depan istana gubernur, tidak ada yang berani mengusirnya. Seribu spekulasi akhirnya muncul. Sial jika ada yang mengganggunya atau apapun mitos-mitos lain seputar Jeron yang kebenarannya harus tidak dipercaya 100 persen. Tapi sobat, Jeron ini tidak mengidap penyakit gila. Dia waras. Hanya saja, entahlah. Apa yang membuatnya mengambil keputusan untuk hidup seperti itu. Sedangkan, pilihan itu adalah sebuah kegilaan diantara kegilaan lain yang kita buat. Mungkin, dia berpikir lebih baik hidup yang dia jalani seperti itu dibanding dia harus mengemis belas kasihan orang lain. Setidaknya, ada nilai yang diberikan oleh Jeron. Berusaha sendiri, jauh lebih terhormat dibanti peminta-minta. Ah, sekali lagi itu hanya spekulasi ku saja.

Sekali lagi, Jeron tidak gila. Berbeda dengan Japri. Hanya saja yang tidak masuk akal ku adalah cara hidup mereka yang berbeda 180 derajat. Bayangkan saja, Jeron berpenampilan sangat kumal. Dengan baju yang semua orang tidak bisa memastikan ada berapa, dia memakai sekenanya. Tapi dengan rambutnya itu, semua bisa menyangka kalau Jeron tidak pernah mandi bahkan keramas. Berbeda dengan Japri yang seperti anak SD. Mandi di jam 6 pagi dan jam 4 sore. Tanpa perlu ayahnya menyuruh. Kesadarannya akan hidup sehat mungkin melebihi orang yang normal. Itulah hal sederhana yang kadang tak habis-habisnya aku pikirkan. Betapa sangat tipis perbedaan antara seseorang yang waras dan gila. Aku kadang bingung, siapa yang lebih gila, Jeron apa Japri? Bagaimana menurutmu?

24 July 2008

memori tak kembali

memang.
tapi jangan berharap kembali ke sana
tidak akan bisa!
indah, hingga tak bisa terlupa
tapi jangan berkhayal dapat terulang
ingin, memang..
tapi harus selalu sadar
tidak ada jalan pulang untuk waktu
dia terus bergulir
meninggalkan tanpa toleran
terus melaju, tanpa menoleh
menikung tajam..
seperti tak pernah ada kita di belakangnya
memang,
senantiasa mengkhianati.
apa justru waktu yang kita khianati?
entahlah..
ah,
lagi-lagi menelikung rasa
sendiri.

10 July 2008

Penting


ini pelajaran penting yang aku petik untuk seminggu terakhir.
ketika Tuhan akan membukakan pintu, untuk hal apapun itu,
dia akan memberi ujian.
apa yang di uji?
hanya satu;
mental.
yang kuat dan berhasil
ialah yang sanggup berperang dengan keraguan
yang berani menghabisi ketakutan dalam diri sendiri
dan itulah..
modal.

Semangat..!




model pic; puput


semua orang yang merasa dirinya hidup pasti pernah mengalami hal ini. jatuh bangun dalam kehidupan. up n down dalam perasaan, bahagia dan kecewa dengan seseorang atau orang lain. begitupun aku. semuanya komplit untuk 2 minggu terakhir ini.
rencana. kita, hanya mampu berencana. Tuhan yang membukakan jalan dan kita yang kemudian melanjutkan usaha. berhasil dan tidak.. bukan di tangan Tuhan. tapi di tangan kita, saat kita terlena dengan keraguan, saat kita hanya berharap di balik ketakutan, kita tidak akan maju. ini yang kemudian aku fahami. benar sekali teman.. kita selalu butuh orang lain, kita selalu membutuhkan tangan-tangan lain yang terulur agar bisa membantu kita bangun kembali. kecil untuk sebagian orang, tapi bermanfaat besar untuk sebagian lainnya. inilah yang dikatakan Suzan "semangat mbak..!". aku membalas dengan senyuman yang datar.
"kok nggak seperti biasanya toh mbak? biasanya mbak yang selalu memberi semangat pada kami"
aku jadi teringat, hampir setiap bertemu mereka (Suzan dan Linda), aku selalu mengucapkan kata semangat. walaupun dagangan mereka sepi, walaupun ketika mereka harus berpanas-panas di tepi jalan, walaupun mereka harus mendengar dan menerima omelan dari pelanggan, walaupun mereka harus lembur karena banyak yang datang di saat mereka hendak tutup, walaupun mereka mendapat intimidasi dari pedagang lain. ini yang selalu aku ucapkan pada mereka
"gak papa. tak perlu benar itu kita risaukan. yang penting, dari kita harus semangat. karena jika kita semangat, apa saja yang kita lakukan akan maksimal dan kita akan ikhlas menjalaninya. dan kita sebaiknya mulai setiap pagi kita dan berkata pada diri sendiri 'semangat!' "
hampir setiap hari. sehari 3x bahkan.. setiap bertemu, selalu kusisipkan kata ini. "semangat mbak..!"
hingga datanglah hari itu. semangatku luntur karena masalah sepele. perubahan kebiasaan ternyata membawa dampak yang cukup besar padaku. terbiasa mengemukakan pendapat dengan lugas dan tegas, hingga suatu ketika aku dikondisikan sebagai pendengar, hanya sebatas pendengar.. membuat otak dan diriku tidak terima. tapi, untuk mengemukakan ini sangat sulit. akan datang beribu ancaman dengan dalil keharusan. ahhhkkk! kemudian, aku mulai bermain-main dengan pikiranku sendiri, aku mulai meracik rumus-rumus baru yang kupikir terbaik untukku. sebuah malam yang menyebabkan aku harus bergulat dengan pemikiran-pemikiranku sendiri. sehingga malam itu, aku seakan lupa oleh waktu. aku terlalu sibuk berputar-putar dalam labirin otakku, mencari kesimpulan jalan keluar. untuk terus bisa berlari, aku memerlukan trigger, yang juga bisa bersahabat dengan rasa kantukku. tentu saja yang paling aman adalah caffein. hingga bergelas-gelas, tanpa gula pula. hingga kemudian aku sempat terpejam selama satu jam. ah...harusnya aku tidak tertidur saja.
mungkin lebih baik jika dibiarkan bablas hingga pagi. tidur sebentar, membuatku rindu ingin tidur lagi. tapi, pagi sudah menuntut dengan berbagai aktifitas, sebuah keharusan yang tidak bisa ditunda, karena akan merugikan banyak orang. ahh, seperti domino. tentu saja pagi itu aku menjadi tidak bersemangat. kalaupun masih ada, pastilah sudah dihabisi dengan rasa kantuk.
aku bertemu suzan, dan berkatalah dia seperti itu. "kurang tidur saya, mbak.." jawabku.
"wah.. kalau mbak nggak semangat, kami juga jadi gak semangat! kan mbak sendiri yang bilang, pesimis itu penyakit menular!"
sekejap aku terkesiap.
banyak hal yang kemudian menjadi pemikiranku. semua seakan berlomba-lomba keluar dari kepalaku. pertama, alangkah bahagianya aku, mengenal dan mempunyai teman yang bisa mengingatkan aku, kemudian aku tambah menyadari, seberapa pun kecilnya aku, aku masih dibutuhkan mereka. sebuah keberadaan yang diakui. bukankah ini membahagiakan?
sekejap kemudian, semangatku terpompa. ini yang kemudian aku katakan pada diriku sendiri;
"hajar!! lakukan saja.. hasil belakangan. jangan berspekulasi dengan ketakutan"
buah nya teman, hari ini aku berhasil melalui itu semua. satu persatu kuselesaikan dengan sebuah keyakinan. itulah.. Tuhan selalu memberi jawaban di atas pertanyaan. siapa yang membuat pertanyaan? sebenarnya adalah diri kita sendiri.
subhanallah... maha suci engkau, ya Allah.... Sang Dzat.
dan terima kasih Suzan...

08 July 2008

Doa


semakin mendekati..
semakin aku ingin hidup..!
aku ingin menuntaskan semua tugasku
kala tidak ada lagi yang menjadi sia-sia
kala semuanya sudah aku tunaikan
kala segalanya sudah tuntas aku bereskan
kala seluruhnya telah aku kumpulkan,
ambil lah...
aku ikhlas.
beri aku waktu
sekejap!
kau boleh saja meremas-remas jantungku,
tapi jangan kau lepaskan..
biar dia bekerja dulu
walau tersengal.
aku ingin hidup!

07 July 2008

Setelah Ini Tuntas



...setelah berjauhan ini, setelah segalanya tiada lagi dapat dimiliki bersama. tidakkah ini yang kau inginkan sebelumnya? tidakkah jarum waktu telah mengarah pada apa yang kau kehendaki? kenapa ada sebuah penyesalan? kenapa kau masih merasa bersalah? kenapa ada yang ingin kau tuntaskan lagi? bukankah ini sudah tuntas? persis seperti yang kau inginkan.. lalu kenapa kau kembali.. kembali untuk mengungkitnya. bukankah kita sudah tercerai..jauh sebelum kita sempat merasakan persatuan. bukankah kita sudah berjalan sendiri-sendiri, sebelum kita sempat merasakan saat-saat bersama.

aku kan selalu menjadi mentarimu. aku berjanji. janji yang seumur hidup akan selalu aku usahakan. janji yang aku harap tidak dikhianati waktu. janji yang kubangun agar tidak tenggelam menjadi sebuah dusta. aku ingin menjadi mentarimu. seperti dulu dan selalu. tapi, apa masih perlu? sementara cahaya tak terlalu mutlak kau butuhkan. bahkan di ruang hampa kau tetap ada. tapi apa kau masih butuh? sementara jika kau bergerak, langkahmu akan membuat sinarku tak berarti. engkau udara..udara yang selalu melaluiku, engkau udara.. yang melimpah, tapi tak dapat kunikmati. engkau ada, tapi tak bisa untukku. bukan salahmu.. bukan. tapi klep jantungku tak berfungsi. sia-sia udaramu. sia-sia.. klep jantungku tertutup.

aku tahu, ini tidak akan lama lagi. sebentar lagi. hanya tinggal menunggu. menunggu saat yang tepat. saat aku benar-benar tidak sanggup lagi. atau mungkin saat dia tidak sanggup lagi. ini akan tersudahi, dan kau tak perlu menyesal kembali. tidak. aku pergi untuk kembali. kembali pada yang semestinya. aku sudah merasakan ini. jauh sebelum saat yang dia tentukan. aku sudah membaca ini, sebelum suratan tertulis. aku sudah membakarnya, supaya tangan-tangan suruhannya tidak mampu membaca suratan tersebut. agar suratan takdir tak sampai ke penjaga-penjaga. agar waktu bisa diberikan lebih lama. tapi, ternyata sia-sia. dia maha mengetahui. dia lebih berkuasa. aku tidak dapat mengkhianati waktu.
pada guratan-guratan nadiku, tertulis jelas apa yang dikehendaki. kau sempat membacanya. tapi kau keliru. kau membacanya tidak pada arah yang tepat. kau membaca secara terbalik. kau salah mengartikan segalanya.

dia berkata di ruang hampa ini. saat aku kehilangan seluruh keseimbangan kesadaran. di saat aku terseret arus yang begitu deras. di saat aku hanyut pada dunia yang berada jauh di luar kendali pikiran. dia berkata "sudah dekat, bersiaplah". perkataannya yang halus tapi memekakkan tak kuhiraukan, kutepis dan coba lari. lorong hitam dan pekat tidak menyisakan secuil udara untukku. tapi, aku sudah terbiasa. karena jika kupaksakan menarik nafas, malah akan berakibat fatal. jantungku terhantam. lorong itu begitu jauh, seperti melarikan diri dengan sia-sia. seperti mimpi buruk dan tak mampu bangun. seperti tertindih setan dan tak sanggup melepaskan cumbuannya.

"sudahkah?" tanyaku berbisik. bukan pada siapa-siapa. aku hanya bertanya padanya. tapi tak ada suara. kemudian, yang kulihat adalah savanna, kemudian aku berjalan mengitarinya, berjalan dengan peluh yang menyelubungi tubuhku. aku tak mengenal rasa. tak ada rasa sakit, tak ada rasa lelah. tak ada rasa takut, tak ada rasa mampu, tak ada rasa... yang kemudian aku rasa adalah aku yang mati rasa. telingaku tak berfungsi. hidungku tak sanggup mencium, lenganku tak sanggup meraba. kakiku tak berpijak. tetapi mataku..aku dapat melihat! satu-satunya indera yang tersisa. sesuatu yang kusadar, berada diambang nyawa.

kau...

adakah waktu mampu mengantarkan pada pertemuan kedua? letih aku melawan, tapi sia-sia.. seperti pekat hitam di pelupuk mata. jiwaku.. biarkan menari di sisimu. biarkan dia dekat dengan mu. biarkan dia menjadi pendampingmu. biarkan.... selalu bersamamu. jiwaku...biarkan luruh, karnamu. biarkan jiwaku menerobos ketenangan pada matamu.. ijinkan..
kekasihku... tetaplah hidup...dan teruslah hidup, dengan jiwaku yang meluruh. yang luntur dan pudar dengan perlahan. lupakanlah.... seperti ombak menyapu pasir-pasir di tepian, seperti angin membawa pergi dedaunan...lupakanlah aku. meskipun kau bukan milikku lagi, kau selalu di hatiku. pergilah... ikhlaskan.

jealousy

Tuhan...
dengar lah ini...
aku tidak ingin menangis!
terutama saat ini.
Tuhan...
dengarlah ini...
aku benci tidak bisa melepaskan ini!!

05 July 2008

Simpul Mati Part 2



..yang kutahu pasti..kubenci tuk, mencintaimu..



"berapa lama?"
"entahlah.. mungkin sehari, mungkin juga seminggu, setahun, sewindu..atau tak kembali?"
"kemana?"
"entahlah.. aku pun tak tahu. tergantung kaki ini"
"bagaimana mungkin?"
"mungkin saja. aku ingin sesuatu yang merubah hidupku. aku bosan"
"apa yang kau cari?"
"entahlah.. mungkin diriku sendiri"
"maksudmu?"
"aku ingin menemukan diriku. aku ingin mengenal diriku. aku ingin bersahabat dengan diriku. tapi, aku tidak tahu siapa diriku"
"biar aku jelaskan. engkau bernama Lugas. berusia 30 tahun dan jelas kau seorang pria. dan kau akan menikah denganku. apa perlu kujelaskan secara detil?"
"aku tahu itu, Sha. itu lah yang selalu aku baca setiap ada kesempatan di lembar2 kertas identitasku. bukan itu.."
"apa lagi? tidak kah ini jati dirimu. kau hanya perlu menjalaninya.."
"tapi aku ragu. ragu dengan keinginanku. ragu dengan apa yang kujalani sekarang. aku ingin menemukan kebenaran. aku ingin menemukan diriku sendiri"
"kau pun ragu dengan hubungan kita?"
"ya.."

keduanya terdiam. perahu layar melintas, tenang di bawa gelombang. tak setenang hati mereka yang bimbang.

"aku semakin tidak mengerti Lugas.. padahal kupikir, akulah yang paling mengerti dirimu. tapi mungkin aku salah"
"jelas saja, karena akupun tak mengerti diriku sendiri. aku tak ingin mengecewakanmu lebih jauh. aku harus pergi."
"kemana?tanpa tujuan?"
"tujuanku jelas, aku ingin mencari diriku. dimana saja bisa. ke mana saja boleh. akan aku coba, sampai aku dapat"
"kau gila"
"maafkan aku Sha.."
"ah, kau sudah kumaafkan. tapi entah, apa aku bisa memaafkan diriku sendiri. diriku yang masih saja mencintaimu.."
"Sha..."
"sudah. pergilah.. kelak kau akan tahu. hanya aku, bukan yang lain"
"hingga detik ini pun, aku tetap menganggap kau yang terbaik"

angin sore yang dingin berhembus agak kencang, membius pikiran mereka. mengunci semua kendali kata-kata dengan rapat. tidak lagi ada yang bersuara. mereka diam, dengan seribu kata yang tak sanggup membobol keluar. sore itu, di tepi dermaga.. adalah perpisahan.

-----

ada kah manusia yang begini kejam?
di makan bumi tak jua
hilang dibawa kabut, tidak juga
adakah manusia yang begini kejam?
datang dan pergi meninggalkan harapan..
lalu menghalaunya bersama angin
adakah manusia begini kejam?
tak mau melanjutkan harapan kosong
tapi pun tak mau menyidahinya..
tak mengerti yang dicarinya.
ah,
adakah manusia yang begini kejam...?




sore berlembayung. persis 5 tahun lalu. gadis berambut hitam tebal mengkilat diterpa matahari yang semakin turun, berdiri di situ. di sisi dermaga. kali ini, dia yang akan pergi. meninggalkan harapan-harapannya..
dia sudah putuskan. tidak ada lagi yang di tunggu. sudah selesai. tidak perlu lagi menanti. untuk apa?untuk siapa? tidak ada... harapan kosong tak bertuan. sebuah kotak dibawanya. untuk di larung. supaya pergi jauh...hingga akhir aliran air.. aliran sungai...biar bermuara ke laut...biar masuk jauh ke palung palung...biar tersesat dan tak kembali ke negeri tak terjamah. biar menghilang di telan waktu..
airmatanya, adalah yang terakhir..besok, yang dia tahu hanya kebahagiaan.

--------------

10 tahun setelah perjumpaan terakhir.

"aku kembali, Sha.."
"aku lihat"
"aku kembali Sha.."
"ya. tapi kau tidka kembali untuk diriku. kau kembali untuk dirimu"
"tidak..aku sudah menemukan diriku. aku sudah dapat Sha.."
"apakah berbeeda dengan dirimu yang dulu? adakah yang berubah?"
"ternyata tidak Sha.. ternyata, inilah adanya diriku. yang ternyata tetap mencintaimu"
"terlambat Lugas. cinta itu sudah pupus. hilang..dibawa perahu layar 10 tahun lalu"
"apa salahku?"
"kau tidak salah. hanya saja, kau tidak bersyukur. kau lupa akan karunia Tuhan. kau lari, bukan mencari"

---------------

...aku tak tahu apa yang terjadi, antara aku dan kau
yang kutahu pasti.. kubenci tuk mencintaimu....

Don't you ever look behind


maju!
jangan sisakan ketakutan

maju!
jangan ikuti keraguan

maju!
jangan sungkan dengan perubahan

maju!
jangan remehkan kekuatan diri

maju!
karena hanya itu
jalan tuk membuka pintu di depan mata

03 July 2008

One Nite (Cerpen/Short Story Verse)



31 okt 2002

"ok, sekarang aku bertanya"
"what?!"
"jika kita tertipu, apa kita sadar bahwa kita akan tertipu sebelumnya?!"
"enggak dong!"
"rite. Makanya penipu dikatakan atau dinamai ‘penipu’"
"kamu tahu.. seorang pria itu, dalam 5 menit berbicara, pasti akan menyisakan 1 menitnya untuk berdusta. Hanya saja, masalahnya, apakah kebohongan itu untuk kebaikan atau tidak"
"wah, gila juga. Kita sudah ngobrol berapa lama ini? Sudah berapa menit aku dibohongi?"
"eits, jangan salah! Kalau lelaki itu dalam 5 menit dia berbohong 1 menit, lain halnya dengan wanita. Justru wanita memanfaatkan 2 menitnya untuk hal serupa. Kesimpulannya, wanita lebih banyak berdusta. Sekarang pertanyaannya dibalik, sudah berapa menit kebohongan yang kau ciptakan?kamu yang bisa menghitung sendiri"
"ah, rumus darimana itu?"
"jangan salah, itu pengetahuan Nak. Apa kamu tahu.. bagi pria, waktu 5 menit itu sangat berarti. 1 menit untuk berbohong dan 3 menit lainnya untuk eksploitasi mutu, semacam self marketing.."
"so?"
"yah, kamu harus cari tahu positif point dari yang sisa 1 menit itu"
"wow, hebat. Boleh juga argument kebohongannya"
"wajar dong Nak! Bagaimanapun, aku menang , karena sudah ada 10 tahun yang aku lalui sementara kau belum. Tapi, aku salut juga dengan dirimu, bisa-bisanya mementahkan argument-argumenku, dan hebatnya.. kamu seakan tak merasa terbebani dengan filosofi-filosofi dan pandangan hidup yang sering kau sebut dengan racun itu. Tapi, untuk kau tahu, kau tidak akan berhasil meracuniku. Karena aku termasuk orang yang sangat extreme. Kalau ‘ya’.. tetap YA, kalau ‘tidak’, surely NO"
Aku tertawa, dalam hatiku membantah pernyataan itu. Mana ada orang kalah mengaku kalah. ‘benarkah kau tak dapat kuracuni? Tak sadarkah engkau jika detik ini, aku akan memburu dan menyeretmu’
"mungkin kau benar bung.. Memang sebenarnya dalam hidup ini kita hanya punya dua pilihan. ‘ya’ dan ‘tidak’. Tapi biasalah, manusia selalu menciptakan pembenaran-pembenaran untuk membela diri"
"yup. Karena selain dari dua pilihan tadi adalah kompromi. Tidak berlaku lah hukum itu untukku!"
"ya..ya..ya, pilihan yang diberikan itu hanya 2. Ya atau tidak, hidup atau mati, menang atau kalah, kaya atau miskin.. hingga pada pilihan surga atau neraka. Begitu juga dengan pilihan benar atau salah..hitam atau putih"
"nah, yang terakhir aku setuju. Hitam dan putih. Pilihan itu yang seringkali kita alami"
"hem, sekali lagi tidak salah. Hanya saja, kadang kita lupa dengan hal-hal lain yang bisa membuat pilihan extreme itu menjadi kabur! Grey area. Sekarang kutanya padamu, warna hitam dan warna putih itu berasal dari warna apa sih?"
"??? Tidak ada! Itu warna dasar Nak!"
"kalau warna merah?"
"itu juga tidak berasal dari warna apapun! Warna dasar itu sepengetahuanku hitam, putih, merah, hijau dan biru"
"yup!! Sudah terjawab!! Pilihan kita itu tidak hanya dua!!tapi lebih. Seperti kasus warna dasar tadi, kenapa ada 5 bukannya 2? Bung, hidup ini tidak hanya dijawab dengan YA dan TIDAK, kau bisa menjawabnya BOLEH, tidak juga MATI atau HIDUP, karna ada yang berada di antaranya, yaitu MATI SURI, tidak pula MENANG atau KALAH saja, tapi tentu kau pernah mendengar istilah SERI, tidak juga hanya KAYA atau MISKIN, karena ternyata lebih banyak yang berada sebagai kaum MENENGAH, entah nantinya menengah ke atas atau ke bawah, pun antara SURGA dan NERAKA, setahuku, orang-orang yang telah masuk NERAKA pun, jika punya selaksa saja kebajikan, tetap berpotensi masuk SURGA. Hm, tentang BENAR dan SALAH, harus selalu ada pembandingnya. Sekali lagi, tidak hanya HITAM dan PUTIH, ada banyak sekali warna yang bisa diciptakan dengan perpaduan 5 warna dasar tadi. THAT’S LIFE !!!"
Orang yang sering memanggilku dengan sebutan ‘anak’ itu hanya mengangguk kecil.
(sudahlah, kau tidak perlu mengakuinya. Itu hanya sebagian kecil racun yang akan kubagi, jika kau masih bersedia menerima. Tapi, tak terasakah?)
"nak, sudah berapa lama kau mulai berfilosofi?"
"since I meet you, babe" goda ku mengikuti gaya film-film Hollywood. Tentu saja aku bercanda. Lalu kami tertawa bersama.
"gila kau ya?"
Aku hanya tersenyum melihat responnya yang seketika dan aku menatap matanya, lalu tersenyum kembali.

Aku menghela nafas. Kemudian menikmati tahu goreng isi jamur yang kupesan. Susah payah aku menikmatinya. Mungkin sepasang sumpit di tangan kananku yang cukup memahami. Aku tersenyum geli dalam hati. Sepotong tahu isi yang berharga lebih dari 2 dolar untuk kurs setelah krismon. Ehm, ternyata Pontianak ini begitu kaya ( tidak perlu lah, aku berceloteh panjang lebar lagi tentang kebiasaan orang Melayu disini, hm, next episode maybe :D)
"berapa usia mu sekarang Nak? Benarkah 19?"
"yup!"
"kenapa kau tampak seperti 25?"
"hah??! sedemikian boroskah wajahku?"
"haha, bukan aku yang katakan, tapi kau sendiri yang menyimpulkan. Kamu tahu, aku pernah menolak gadis seusiamu beberapa waktu lalu. Karena perbedaan usia itu"
"that’s ur problem, sir! dia kan beda dengan aku. Kurasa.. dia hanya kurang mampu mengimbangi. Andai dia cukup pintar, kurasa kau tidak bakal menolak. Kalau perempuan itu aku, apa kau akan menolaknya?"
"God!! Sedemikian besarkah kepercayaan dirimu Nak?"
Aku hanya tersenyum. Ya, tentu saja tidak begitu. Life is jokes, Bung.. santai.
"Nak.. sepertinya aku tidak akan sanggup menjadi kekasihmu, kecuali kau menjadi istriku. Kalaupun memang harus, sepertinya… u’re the last choice. Karena aku bakal mati tenggelam dalam kecemburuanku"
"haha..! jangan berkhayal yang tidak-tidak!"
"Nak, kamu itu ibarat bayang di cermin. Kau hanya pantas dikagumi, tapi jangan sekali-kali hendak meraihmu..! entah pada siapa kamu akan menyerah"
Aku tersenyum. Sebuah senyum hambar. Andai dia tahu.. aku telah menyerah.. menyerah dengan garis pertemuan yang mendatangkan sesuatu berlabel cinta. Dilupakan begitu saja oleh cinta pertamaku, setelah sekejap memberi limpahan energy seperti seribu matahari menyinari sekaligus. Datang dan pergi begitu saja, sudahlah.. mengenangnya hanya bisa menghasilkan jutaan umpatan di dalam hati, yang sayangnya tak mampu keluar sepatah katapun. Lalu, mencoba memulai kembali dan terputus di tengah jalan, dikhianati oleh jarak dan waktu, oleh harapan-harapan yang pernah hadir, lalu pun masih lagi harus ditipu dengan sebenar-benarnya oleh seorang pria. Oh Shit!
Fair Enough!! Cukup lah sudah aku kalah. Dan aku tidak akan kalah dan menyerah lagi pada seorang pria.

Lalu aku memandangi minuman yang dipesannya. Teh botol dingin dan secangkir kopi panas tanpa gula.
"wow. Ini pemandangan paling kontras yang kulihat sepanjang hari ini"
"sudah kukatakan, aku sorang yang extreme"
"coffee without sugar?!"
"yah, mungkin terbawa mantan pacarku. Dia sorang Jepang. Dia selalu meminum kopi pahit"
"yang keberapa itu?cantik? bisa kubayangkan, gadis Jepang dengan rambut hitam pekat, mata yang jernih, bibir yang mungil, pink.. membayang kannya saja bikin gemes, apalagi memilikinya"
"aku pertama pacaran selama 3 tahun, dengan seorang nasrani, lalu 8 tahun dengan Nasrani juga, 5 tahun dengan gadis Jepang itu, tidak beragama. Dan Alhamdulillah sekarang aku jalan dengan yang seiman.. tapi aku tidak pacaran!"
"maksudnya?"
"yah, kalau dia mau jadi istriku, desember ini tunangan dan Juli nanti menikah"
"wah, terprogram sekali. Dasar extremer"
"hei Nak.. dengan kondisimu yang seperti ini, banyak orang yang menganggapmu jahat, loh! Jadi kamu tidak bisa menyalahkan orang yang telah menganggapmu seperti itu. Itu sanksi social!"
"hm, aku sepenuhnya sadar. Mungkin malah lebih dari sekedar sanksi social, malah mungkin lebih tepatnya eksekusi sosial . mereka punya hak, hanya yang perlu diingat, aku bukan pelayan massa. Aku tidak terprogram untuk itu"
"egois sekali kau"
"ya, memang. Asalkan keegoisanku itu masih bisa dikomunikasikan, kurasa, tidak ada masalah"
"ump..enjoy your life"
"always. I will always: menikmati setiap hari yang tersaji"
"baguslah. Jika kamu bisa berpikir demikian"
Aku mengembangkan senyumku, menatap langit yang gemerlap. Setengah malam kuhabiskan hanya untuk berbagi racun dengannya.
Mungkin malam ini adalah malam yang pertama dan terakhir kalinya kebersamaan ini. Pekerjaan terlalu sering membuat kami hanya sempat bertegur sapa sekenanya. Aku berdoa, agar bintang segera jatuh, supaya kau dapat melafazkan keinginan dan harapanmu, terutama niatmu untuk segera menikah. Semoga cepat terwujud. Padahal Bung…menikah bukan akhir segalanya. Dan itu tidak akan menyelesaikan permasalahan-permalahanmu sekarang. Please…denken sie einmal….

(ini salah satu tulisan yang dibuat tahun 2002 lalu, tanpa terasa sudah mengendap 7 tahun. Senang sekali merefleksi apa yang telah terjadi dan terima kasih untuk seorang teman atas percakapan malam itu).

Bagian Yang Hilang (Diskursus Part 2)




(!)
Ini yang kumaksud dengan keterasingan
bayang dalam cerminan
seperti terbungkus membran
dan seperti dipasung keberadaan
kenapa harus jadi yang asing?
berwujudlah..bakar aral itu..!!

(!!)
Aku terpahat di danau itu hingga tenggelam
apa aku masih berupa bayangan bagi mentari?
gelapkah dia hingga membuatku sirna?
salahkah aku?
adakah kesempatanku??

(!)
Kau membuatku seperti gelembung pada gelas kaca
aku ingin meletup..
menerjang selaputku,

bergerak menujumu..
dimana kau ada?
take me, don’t leave me (luv will come thru;travis)

(!!)
Andai kubakar aral itu..
akankah kau membakarnya juga?!
dikala aku membuka pintu,
akankah kau melalui garis itu?
akankah cerita itu tetap milik kita?
hanya kita.

(!)
Silent is easy…