17 March 2009

Datanglah Kapan Saja

telah lama aku berdebat, panjang
telah lama aku menggugat, mengulang..

lantas kau diam,
selalu diam..

dan aku mengibas tangan,
bolak balik berkali-kali
"ingin merasakan udara, sekejap saja.."

tapi, berbeda..
atau memang tak sama?

ya..ya...
begini lebih baik.
ya,
begini memang jauh lebih baik.

engkau selalu seperti udara..
maka, berhembuslah kapan saja
bilasaja
ketikasaja

27 comments:

Anonymous said...

Hemm aku mengalir kemana aku dihembuskan.
aku datang saat aku dibawa ke arah sini.
Dan kini aku datang kembali
setelah baru saja aku ke sini

Anonymous said...

catatanmu bagus sekali...

Jenny Oetomo said...

Suasana hati memang kadang seperti udara kadang sumuk, kadang berdesir bak semilir angin, dll salam

Kabasaran Soultan said...

akh....
Lagi lagi dan lagi
Selalu selalu dan selalu
saja
Daku haus
Datang menjengukmu
meskipun
Dikau bilang
engkau selalu seperti udara..
maka, berhembuslah kapan saja
bilasaja
ketikasaja
Akh udara ini ...
Kok ada matanya ?.
Kok ada asanya ?.

Lia Marpaung said...

hmm, nampaknya si "aku" mulai merasa menghadapi si "kau dan engkau"...

benarkah ???

Arief Firhanusa said...

Ini bisa kepada siapa saja, termasuk saya ... Hihihihihi .. **langsung kabur**

Kristina Dian Safitry said...

mengaggapnya angin emang akan lebih menenangkan..*semangat*

Anonymous said...

@ mas Erik: kalau begitu, terima kasih...dan datanglah lebih sering...he...

@ Surinit: ahhh, terima kasih, teman...

@ Mas Jenny: sepakat...sepakat... suasana hati memang seperti udara...kadang gerah...kadang adem...

udara...
angin???

@ Pak Kabasaran: dia yang seperti udara Pak... sementara saya penkmatnya...kadang pula, dia ada, tapi saya tak bisa menikmatinya...bukan karena udara...bukan...
udara melimpah,
hanya klep jantung tak berfungsi..

@ Mbak Lia: si 'kau dan engkau'..
ehmm begitu juga boleh...jika terlihat begitu...
tetapi, ini tentang 'aku' dan 'aku'...

@ Mas Arief: iyahhh...bolehlah...utk mas arief jg....(sambil melotot)

@ Kristian Dian: bukan angin, say....
tapi udara...
udara yg bebas dan membebaskan...

Kabasaran Soultan said...

He-he-he ..penyakit copy pastenya kambuh
lagi lagi dan lagi
harusnya
Dikau bilang
Daku selalu seperti udara..
( ada banyak macam udara lho hez )
kenXXX jiga udara khan ?.

Anonymous said...

Udara:

"Terima kasih"

Anonymous said...

Aku sudah lebih baik sekarang, terpenuhi keinginan dimana bulan tidak lagi mengernyit dahi.

Mbak Hezra, menulis adalah karya. Karya selalu mempunyai nyawa, dan nyawa selalu dibarengi dengan irama mungkin juga alunan yang selalu menghidupkannya. Termasuk dengan penulisan kata. Mari kita hormati bahasa moyang kita ini dengan menuliskannya secara lebih baik.

bilasaja <--
ketikasaja <--

Anonymous said...

Aku sudah lebih baik sekarang, terpenuhi keinginan dimana bulan tidak lagi mengernyit dahi.

Mbak Hezra, menulis adalah karya. Karya selalu mempunyai nyawa, dan nyawa selalu dibarengi dengan irama mungkin juga alunan yang selalu menghidupkannya. Termasuk dengan penulisan kata. Mari kita hormati bahasa moyang kita ini dengan menuliskannya secara lebih baik.

bilasaja <--
ketikasaja <--

goresan pena said...

@ Mas Kika The dexter yang pemerhati... wah, terima kasih...atas kritik dan masukannya...

'bulan tak lagi mengernyit dahi..?' hehe... sudah tak ada tanda tanya yah... meski saya tak mengerti yang dimaksud, kalaupun ada kesamaan, mungkin itu suatu kebetulan.

saya sepakat bahwa menulis adalah karya, dan karya dibarengi nyawa. sepakat tak berbantah...
hanya, apakah benar tiap nyawa dibarengi irama?tunggu dulu...

tanpa bermaksud membela diri, mungkin penulisan 'bilasaja' dan 'ketikasaja' emang salah dalam ejaan, tetapi tidak keliru saya menulisnya..

karya itu membebaskan!
karya itu meregenerasikan!
karya itu hidup, bahkan dalam yang mati sekalipun.

dengan sangat rendah hati, sama sekali tak pernah terbersit untuk merendahkan atau tidak menghormati bahasa nenek moyang.

tetapi, saya punya alasan kuat, yang itu cukup utk diri saya sendiri, mengapa saya menulis 'bilasaja' bukan 'bila saja', atau 'ketikasaja' dan bukan 'ketika saja'.

adanya spasi sebagai pemenggal, menjadikan makna berbeda, bagi saya...

fiiuuuhhh...
aniwe...
terima kasih banyak mas...
datanglah lebih sering, pasti saya akan bertambah 'kaya' dengan banyak koreksi... sungguh terima kasih tak terhingga...

"sesuatu yang tampak, bermakna sedangkal tinta yang menempel di atas kertas!"

salam hezra

Anonymous said...

udara...
pagi yang menyegarkan..
angin...
berhembas seenaknya..
membabat semuanya...

Miss G said...

@Hezra, melihat argumentasi di atas: Sepakat Hez, saya juga suka membuat kata saling berpagut, ketika rasanya memang begitu, ada irama yang justru ditimbulkan dari sana. puisi itu seperti musik yang bisa saja aneh kedengarannya tapi tetap indah dan harmonisasinya luarbiasa walaupun tidak mengikuti struktur notasi baku. justru menurut saya disitu letak kelihaian penulisnya. ada makna (atau rahasia) yang disimpan justru di dalam permainan tanda-tanda, dan (pengobrak-abrikan) struktur, ada sebuah sikap tertentu yang dinyatakan disana. kecerdasannya Hezra kental banget di dalam ramuan2nya.

Love it, as always!

Anonymous said...

ikutan ah ! yang masalah 'ketikasaja'dan 'bilasaja'.

eh, bukannya itu yang dinamakan 'litentia poetica' yang artinya kurang lebih bahwa penulis atau pengarang atau tukang corat-coret *hehe* suatu karya (sastra) memiliki hak untuk menulis apa yang diinginkannya tanpa terikat oleh batasan-batasan. seperti G bilang, untuk menyatakan makna tertentu.

hhmm, bener gak ya ? saya kan hanya seorang tukang tulis yang... hihihi...

Miss G said...

@Goenoeng, *plok, plok, plok* bukan telor ceplok loh ya... hihi, PAS!

Anonymous said...

Ya sudah, saya terima semua. Ternyata orang pintar semua. Sudahlah, disitu ada G dan juga pasangan sejatinya GM. aku sangat menghormati GM.

Maaf ya mbak hezra, saya bukan orang sekolahan, mungkin saya yang perlu meneliti lebih jauh apa yang saya tulis itu sendiri.

Tidak ada kritik disitu, hanya adjustment tentang 'litentia poetica' atau apapun masih selalu jadi perdebatan.

Anyway, salam hangat.

goresan pena said...

@ Wh: hem...
udara dan angin...saya pun merasa keduanya berbeda...tetapi, letaknya dimana, masih saya raba...

hm..terima kasih sudah mampir...
datanglah lagi, pintu selalu terbuka. salam kenal...

@ Mbak G : wah...mbak...saya terharu...uuuhhhh...rindu sekali pengen punya kakak perempuan...
saya seperti anak kecil yang tanpa sengaja menjatuhkan setoples kembang gula, lantas dimarahi penjaga toko...lalu seorang bidadari cantik membela saya...hehe...berlebihan deh...

terima kasih mbak G...terima kasih...

...
hem, saya tidak mengerti bebas mengenai musik apalagi notasinya. tapi, saya belajar untuk tau rasa dari musik yang saya dengar. entah juga, telinga saya memang dablek. apa saja yang menurut saya pas, maka itu bisa dinikmati. masalah selera, mungkin.
saya juga kadang heran, kenapa saya bisa menikmati beberapa lagu 'pagan'/'satanic', atau lagu underground yang saya nggak ngerti isinya apa.bahkan yang suaranya seperti orang kumur2..
saya hanya tertarik dengan bagian2 di dalamnya, drum, bass, melodi...ya gitu deh..
dalam lagu yang saya yakin tak bisa dinikmati semua orang itu, ada yang menarik bagi saya dan pendengarnya yang lain. padahal mungkin, musik jenis ini bagi orang lain akan sangat berisik bahkan mengganggu.

ahhh...bingung deh ngejelasin lebh nya, karena mbak G sudah memaparkan dengan perfect...

@ Mas Goe...

hiks...langsung menetes nih airmata haru ku...(hahahahhaha...lebay deh...)
trima kasih....
empat inisial K deh buat Mas Koe...:)

goresan pena said...

The Dexter:
ahhhh... mas kika, jangan gitu dong... nggak asyikk ahhhhh....

ayolahhh... kan kita sama-sama belajar...

he...?
ada mbak G dan pasangan sejatinya, GM????

oho......

Anonymous said...

Hidup penuliiisss....

Miss G said...

@Kika... (O_o) Weks... kwek kwek kwek.. begitulah bunyi bebekku. kok jadi main pasang2an yah.. *ketawa guling, jadi pengen makan kambing guling*

@Hezra: Hidup Hesra! (Lho?hihi)

Anonymous said...

siapa nyana,
senyum punya makna.

Anonymous said...

Apakah ini berarti sebuah penantian yang tak ber kesudahan?

Anonymous said...

Aku menulis semauku,tapi tetanggaku bilang itu saru.
Aku mencoret sesuai hatiku,tapi pengamat bilang wagu.
ah biarlah seanya menyeru ... aku tetep setia pada sarungku.

Anonymous said...

ah biarlah seanya menyeru ... aku tetep setia pada sarungku. = ah biarlah semuanya menyeru ... aku tetep setia pada sarungku.

goresan pena said...

@ Pak Kabasaran: wah Pak... kalo' K*****T itu mah...dalam definisi saya, bukan udara... tapi angin! buktinya, aliasnya itu kan 'buang angin' ta?? hee...

@ Anonymous yang baik: hidup!!! he...terima kasih :)

@ Mbak G: wuaaahhh dari bebek goreng...sampe' kambing guling?? ga kekenyangan pa mbak? xixixi...

@ Mas Daniel DM: hem...konon kabarnya dalam sebuah hikayat, ada penuang pepatah bijak mengatakan...
"sebuah senyum mempunyai arti lebih dari sejuta kata"
haiiyyyyaaahhhh....
(wah, saya harus siap2 bayar royalti nih, udah bajak kata2 bijaknya...:p)

@ Anakilang: bisa jadi. penantian atau pencarian yah? menunggu... atau mencari?

@ Jamal el Ahdi: huhu... sarung??? ahhhh... saya menyaru saja deh.... jadi apa yah??? hah??? oiya, jadi daun waru aja deh...huaaaa...wagu!!!

hehe...saya yang bikin jadi nggak nyambung...:p

terima kasih loh udah main sini...seneng...datanglah lebih sering...