05 March 2009

Bergerak Cepat (Pelarian Verse) Bag.6

Tangan itu didekapnya, diciumi berkali-kali. Wajah yang membeku itupun demikian. Ditatapnya lekat-lekat. Bagaimana bisa meninggalkan wanita yang begitu dicintainya itu? Bagaimana mungkin, mengkhianati takdir ini? Bagaimana bisa membiarkan wanita ini menghadapi semua sendirian? Bagaimana dirinya sanggup membuat kekasihnya merasakan penderitaan seperti ini? Betapa egois dirinya membiarkan ini terjadi, membiarkan kekasihnya kehilangan segala kebahaggiaan yang pernah dirasa dan di milikinya.

Seandainya saat itu dia tak datang..seandainya waktu tidak mempertemukan mereka kembali. Seandainya tidak ada perasaan yang kuat seperti sekarang. Seperti yang mereka rasakan. Betapa dorongan kasih sayang telah kabur dengan nafsu yang menyesatkan. Tuhan!! Betapa skenariomu ini sangat indah!! Betapa hebat!!
Gissele sudah siuman. Tapi kepalanya masih terasa berat. Tapi cepat ia menguasai diri. Dengan teguh, ia berujar mantap

“sudah saat nya kita pergi. Ayo kita lari, tidak sepantasnya pengorbanan orang-orang untuk kita, kita sia-siakan”
“sayang, kita tidak akan lari, walau kita akan beranjak pergi sebentar lagi”
“apa maksudmu?”
“kita akan kembali ke Pzuzi. Kita harus hadapi ini dengan hati yang kokoh. Segala resiko akan kita hadapi, dan aku akan memintamu dengan sungguh-sungguh. Sebagai seorang pria. Dimana pilihan ada di tanganmu. Kita akan kembali, dan kita buktikan bahwa cinta kita memang murni. Kita bukan pengecut, sayang. Aku akan dengan lantang memintamu, menjadikanmu milikku. Apapun resikonya”

Gissele hanya menelan ludahnya, merasakan kegetiran dari setiap kata-kata yang terlontar dari bibir kekasihnya. Airmatanya tak terbendung, sebuah keharuan yang memuncak. Inilah kebahagiaan itu. Inilah letak kebahagiaan itu. Tak terasakah?

Kebahagiaan tidak selalu hadir pada hasil akhir, kebahagiaan datang di saat-saat seperti ini, di saat perjalanan yang panjang seperti ini. Di persinggahan yang tak terbayangkan, di antara kejutan-kejutan manis dalam hidup. Diantara beribu pilihan dalam keranjang kehidupan manusia.

Inilah letak kebahagiaan. Saat air mata tidak hanya bermakna kesedihan, saat tawa tidak cukup untuk menggambarkan suatu kepuasan, saat bibir tak lagi berucap apa-apa. Saat doa dilafazkan dengan rasa syukur yang mendalam. Itulah kebahagiaan. Dan Gissele telah memilikinya. Dan ia yakin dengan keyakinan di atas rata-rata, ia tidak salah pilih kali ini. Tuhan yang berkehendak, sekali lagi. Menyelamatkan dirinya dari ketidakmenentuan masa depan. Inilah rahasianya. Inilah kebahagiaan itu

“ayo kita kembali” ajaknya mantap.
“terima kasih atas pengertianmu”

Kemudian, kuda mereka membelah jalan dengan segera, secepat kemampuan kaki-kaki tangguh itu bekerja. Tujuan mereka hanya satu. Mengahadapi siapapun di balai kota. Menghadapi dengan dada yang membusung, memperbaiki nama baik kedua orang tua yang sudah tiada.

...

Balai Kota Pzuzi
Dewan kota masih dipadati orang-orang yang bergerombol. Penuh sesak. Bejana besar masih memerah dijilat api. Di dalamnya, terdapat dua mayat yang telah masak. Dan siap untuk menjadi santapan para kanibal. Seekor kuda membelah kerumunan itu menjadi dua. Dengan laju secepat angin, tidak ada yang menghalangi. Mereka semua masih terpana. Kuda itu berhenti, tepat di depan podium dewan kota.
“ini aku, Lucarsa kembali”

(bersambung)

1 comments:

Kabasaran Soultan said...

hmmmmmmmm ....
- tentu cinta lain yang membuat
mereka berani kembali.
- Tentu cinta mereka yang begitu
kuat yang membuat keberanian itu
ada dan hadir dalam hati2 mereka.
- Tentu ada dan tiada bukanlah
dimensi/sekat-sekat yang dapat
membatasi agungnya cinta mereka
- Tentu keluhuran dan keagungan
cinta mereka akan membalikkan
berjuta-juta hati-hati yang lain
berempati pada mereka.
- Tentu...tentu..tentu

Akh dikau membuatku selalu bertanya-tanya dan penasaran.....
he-he-he
-