28 March 2009

bertentang silang

aroma plitur lekat, menyengat saat kudatang. beberapa petak terlihat di kejauhan. aku masuk, lebih dekat. bergantian angin menyampirkan bebauan berbeda. aroma lempung basah, liat menggenggam erat memori, mengingatkan sesuatu yang mendasar, yang kuat.

lantas berderet-deret tembikar basah terjajar. aku mencari, satu diantara yang tak kuketahui.

sinar matahari menerobos masuk, melalui celah-celah berlubang. lagi, angin menyampir kembali bebauan rasa. aku masuk ke dalam. inti segala inti. aku merenung diam. saat indera dipaksa berlepasan dengan angkuh. semua memberontak ingin mengecap yang mereka bisa. mataku berteriak lantang, mencoba mejadi geronimo diantara kepanikan.

"ikuti aku!"
perintahnya dengan genderang aksara.

telingaku tak mau menurut. ia hengkang. ahhh... suara mu parau!! diam!!! bahtahnya memekakkan.
lantas, diucapnya berkali-kali seperti merapal. "ada suara...ada suara.. ada suara sunyi yang kudengar.. hidung, endus cepat!!"

hidungku melengos. mendengus naik turun. mempertontonkan perlawanan. kau pikir kau siapa, telinga? omelnya. aku punya kerja sendiri. tak kau sadar dari tadi bebau ini memikatku? aku harus bisa memilah, aku harus merekam semuanya!! jangan banyak atur kau mata dan telinga! hai korteks... ikuti aku.. catat semua ini! penting!

otak belakang tertawa mengejek. halah...! tau apa kau hidung!! mau menjadi memori atau tidak, itu urusanku! apa pedulimu? jangan atur-atur urusanku. biar aku menjaring sendiri. kau tau... ada sketsa-sketsa memori yang terpampang jelas dalam absurd yang kalian lihat! mata, telinga, hidung...hahaha... kalian buta! kalian buta!

"diam!!"
seruan keras menggeletar. aha...mulut angkat suara! "ssstttt..." katanya lebih tenang. biar ku cecap dulu...aku ingin mengecup perlahan sunyisepi ini. aku ingin memagutnya dalam desahku.. diam kalian...biar aku saja!
dan kemudian, setelah aku menikmati yang sekejap itu. aku bersumpah aku akan diam! percayakah kalian???

"hati... teruskan penjelajahan..." begitu ajakan mulut yang biasanya terlalu cerewet. kali ini dia mengalah.

"ahhh... kalian sudah bekerja keras. tak perlu kalian bekerja satu-satu! kita ini tim! kita ini saudara..kita ini berjudul megah: organ. dan kita ini satu kesatuan"

nah... kalau kalian sudah tenang... maka ijinkan aku bekerja.

...

aroma pelitur terasa semakin samar. begitun aroma liat tembikar basah. semuanya nyaris memudar. aku mengajak kaki ku melangkah jauh lebih dalam. inti di dalam inti. nukleolus!

di sebuah ruangan dengan aroma cat yang sangat kentara, pilox bertebaran. kanvas-kanvas teronggok di pojok, lembar screen printing serta balok-balok kayu terpotong. aku di sana. merasa aku yang menjadi tiada.

beberapa lukisan beraroma Basquiat menarik ujung-ujung pencecap rasaku. semua saling silang kembali berebutan untuk saling dulu merasa, menikmati, bahkan terhanyut.

dalam ketidaktahuan yang diam, aku berdiri tegak. mencoba menarik kembali diri yang terseret arus rasa. entah apa... sesuatu apa.. entah apa... entah...

namun, di kala aku berdiri mencoba tegak itu...
korteks bergerak cepat ,menelusuri lengkung memori, meraup stimulan-stimulan dari tiap indera. ini yang aku ingat dengan dada berdesir beberapa kali... berkali-kali...

...

tidak ada yang abadi!
dan hatiku sunyi...
nafasku tertahan dalam bilah ketidakbolehjadian!
aku rindu..
rindu akan sebuah nama itu. sesuatusunyi yang belakangan merayuku untuk terus saja melafazkan namanya. rindu akan bisikan manis dan mata yang berjauhan. aku rindu...

lantas, hidungku mengumpulkan asap-asap rokok yang datang dari entah. akh... aku rindu. rindu saja... aku rindu, itu saja.

dan tiba-tiba saja dia datang. muncul persis di pelupuk mata. tanganku tlah menggampar, sekali lagi. bahkan lagi... tapi tetap saja tak mau pergi.

sudah, itu tempat terbaik, jangan kemana-mana.. teruslah di situ... bersamaku.

lantas hati ku diam. diikuti semua indera.

"hai..." katanya..

semua indah pada semestinya. sudahlah... kesalahan pun ialah keindahan juga. nikmati saja. aku takkan membelenggumu... sesapi saja. apa itu. dan aku akan menunggu. menunggu matahari tergelincir dan kemudian akan membawanya masuk dalam angan mu. entah apa itu... entah seperti apa itu...

bawa saja.

..

14 comments:

Anonymous said...

Seperti genderang., menabuh setiap rongga di tubuh., bergetar.,meronta...

Semua indera menurut., menurut., ikut..
tanpa tau kemana mereka pergi.,bahkan sang pemimpin..

Basquiat.,Warhol.,Kita..
Kita?., yaa., kau dan aku..

-SS-

Kabasaran Soultan said...

hmmmmm .. Hez .luar biasa ..lagi , lagi dan lagi . Hanya decak kagum dan terpukau yang keluar dari lisa ini , mencecap kata demi kata . sungguh sempurna penggambarannya dan pada ujungnya ternyata ada kearifan disana .

ada Demi masa di pojokku.

Arief Firhanusa said...

Seperti menyusuri sebuah partitur antara nyata dan kelam. Seolah memasuki sebuah rongga asing dengan kemenyan dan dupa. Seperti prosa lirik Hesra sebelum-sebelumnya, kita diajak mengarungi labirin ...

The Dexter said...

jangan lupa HARI INI kita gabung ama 1 milyar orang di dunia buat matiin lampu dari jam 20.30 sampe 21.30 buat slametin bumi dari global warming. Walopun hanya 60 menit tapi kita udah bisa nyalain 900 desa, nylametin 284 pohon & menambah oksigen. tlg forward yaa.. demi our beloved earth ! regard..

lintang said...

penuh makna pertentangan batin manusia sarat makna.

Erik283943 said...

Yups, kesalahan juga indah. Dengan kesalahan kita jadi bisa dapat pelajaran baru, dan tau mana yang semestinya ya

Rakha said...

Jadi inget dulu seorang sahabat bilang "kadang Tuhan mempertemukan kita dengan orang yg 'salah' terlebih dahulu sebelum kita dipertemukan dengan yg sebenarnya".
Tapi kita tetap tidak tahu siapa 'yg salah' itu dan siapa 'yg sebenarnya' itu ya..
So,jalan yg terbaik adalah biarkan saja ia sebagaimana mestinya.
:)

Miss G said...

Saya memikirkan sesuatu yang tanpa koordinasi, ketika semua mau berjalan sendiri-sendiri. Untungnya, bagian2 tubuh kita tidak diciptakan dengan kemampuan untuk berpikir secara otonomi melainkan satu saja pusat, sentrum, yang menangkap semua sinyal-sinyal lalu mengolahnya menjadi sebuah gerakan. Kalau tidak seperti itu, pastilah kehidupan satu individu, sama kacau balaunya dengan jalannya peradaban sepanjang masa, ahahahaaa... dapat dibayangkan!

Hesra, this is cool!

goenoeng said...

bagaimana bila bukan telinga, hidung, otak dan kanca2nya yg saling bertentang. bagaimana bila itu antara hati dan otak saja ? dan bagaimana bila mereka dikonfrontasi dengan ‘suara’ ?
ini aku, ini aku… itu saja ! Teriak ‘suara’ itu.
Aku tak akan kemana2, terus bersamamu. Lanjutnya, membuat hati dan otak semakin berseteru.
Ah, biarlah. Tunggu saja matahari tergelincir. Mungkin mimpi yang bisa mendamaikan keduanya.

nur fuad said...

usah mendesah karena bayang hanya gelisah,bukankah berbeda itu indah?????????????

goresan pena said...

@ SS Anonymous yang baik dengan memberi inisial..but... siapa yah?? hehe..maafkan...

yeah...ini cerita kita...kita semua sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang ternyata masih juga dijejali pertanyaan akan sebuah hakekat penciptaan... kita2 begitu...:)

@ Pak Kabasaran:
wah...apa benar begitu Pak..? saya jadi mendadak malu...:)

demi masa nya sudah saya baca..

@ Mas Arief: labirin hasil kreasi Sang Daedolus...ayah Icarus itu yah Mas...?
memang saya sangat terinspirasi dengan 'pemimpi' itu dan ayahnya yang mampu merengkuh indahnya langit tinggi tak hanya dalam mimpi..
seperti genre Basquiat yang ber-rasa entah itu pun, menyesatkan saya seperti mencoba peruntungan dalam labirin..

tapi, tulisan ini hanya sekedar rasa! yah...tak lebih dari sekedar rasa!!

@ Mas Kika The dexter: 86 Bos!
tapi, kayaknya kemaren tuh aku bablas ketiduran deh...hehe...sambil gendong sachy pastinya...dia nguantukkk...aku ikut2an... he...:)

@ Lintang: begitulah sobat...
sudah menjadi rahasia umumkan...kalau batin kita ini senantiasa berseteru...? hehe...
terima kasih...sudah main ke blog ku...segera saya ke tempatmu...:)

@ mas erik: sepakat mas! sepakat deh...tanpa bantahan... :)

@ Uda ku Rakha, apa Chandra?? hehe...
ahhh... Uda masih inget ajah...:p
sapa yang bilang yah..? hebat kan anak itu? padahal waktu itu masih 19 tahun tuh...bisa2nya sok tau begitu...:p
hingga sekarangpun hesra masih berpikir mengenai kalimat asal itu yang ternyata benar adanya..
seringkali kita merasa yakin benar akan sesuatu, padahal masih tetap terbuka suatu pemikiran baru. sayangnya, terkadang keputusan yang tergesa itu adalah sebuah keputusan yang besar, yang mungkin sulit untuk dibolak-balik lagi...
biarlah waktu yang menjawabnya. benar- atau salah...selalu perlu pembanding.

setuju Uda.. membiarkannya adalah yang terbaik..:)

@ Mbak G Koe: begitulah mbak.. pemikiran saya saat saat mematung menatap lukisan bergaya basquiat itu. semua indera seperti bekerja sendiri2..
saya membayangkan pula jika ini adalah sebuah gerakan besar... dimana kita hanya secenti organ... negara kita misalnya... bukankah jika mengikuti cara kerja tubuh, seharusnya menjadi sangat TOP? dengan kepala yang akan mengakomodir segala kerja organ lainnya? ahhh... Mbak G lebih hebat dalam pendeskripsian...

makasih Mbak...:)

goresan pena said...

@ Mas Koe Goenoeng Mulyo..:p

awalnya, begitulah yang saya pikirkan mas...seolah segala indera itu bekerjasama, untuk merespon stimulan-stimulan yang datang. tetapi, setelah saya rasa, saya amati, saya ingat-ingat dan saya nikmati.. ternyata ada yang bertentangan diantara mereka.

sulit untuk menceritakan dalam bentuk tulisan. kadang semuanya hanya bisa dirasa.

hidung ini, yang membauinya..kendati berjarak.
mata ini, yang menatap dalam buram, kendati sekilas.
telinga ini yang mendengar suaranya, kadang lirih.. kadang begitu dekat. hingga membuat saya sering membalik badan, lantas menemukan 'tiada'..
dan bibir ini, yang lebih banyak mengumpat karena terlalu banyak pesan diotak tapi tak sanggup dikemukakan. semua hanya berakhir diujung lidak tanpa berani memberontak keluar.

lantas...otak bekerja dengan memori waktu yang terlebih dahulu 'mampir'..

sementara hati... yah, mungkin hati yang lebih mampu mendengar 'suara'2 itu..

benar mas..
biarkan saja seperti itu. dan mungkin memang mimpi yang mampu mendamaikan kesemua itu.
jadi, kita bertemu di mimpi malam ini? hahahahahah.... pisss... :p

DM said...

Carpe Diem. Hiduplah di hari ini.
Nikmati saja, Hes, walau kau tau itu salah, toh kau menikmatinya sebagai keindahan.
Maka nikmatilah. Tak lebih. Nikmati saja.

goresan pena said...

mas DM: ini tentang batas, mungkin Mas...
saya rasa tiap orang punya batas dan sekat sendiri2 yang berbeda satu sama lain. batas itu yang kemudian mentolerir apa saja yang mereka alami. dan saya? tentu saya akan menikmati sebatas kemampuan saya menikmati. membajak omongan mas Goe: mencari hakekat! mungkin itu juga intinya. mungkin..