18 September 2008

Tamsis Trafic Lite..

ini cerita dunia nyata...

hehe, setelah sekian lama tidak menulis mengenai reality life, jadi kangen sendiri...

sudah agak lama kejadiannya, seminggu lalu. sebenarnya saya sudah ingin melupakan kejadian yang saya alami itu, tapi masih belum bisa terlupa. ah, ada-ada saja...

sore itu, setelah bertemu dengan teman-teman yang mau bikin film komunitas (lesbian), saya pulang terburu-buru. dengan seorang teman, Desi namanya. kuperkenalkan...

di lampu merah Taman Siswa, seorang bapak mengendarai sepeda menyalib dari arah kanan, agak nekad sebenarnya, karena saya nyaris tidak sempat mengerem, untung masih ada cakram. sudahlah... posisi di sebelah kiri jalan memang yang terbaik untuk pengendara sepeda.


saya mencari posisi yang lebih baik lagi, mengingat saya juga terburu-buru. heiii... sudah jam setengah enam sore, sementara saya belum mempersiapkan bukaan puasa untuk sachy dan mbak ida. untunglah suami lagi di luar kota (halahhhh...).

kemudian, saya melalui pengendara sepeda ontel itu ke arah kanannya. berhenti sama seperdi pengendara sepeda motor lainnya. tidak ada masalah rasanya. masih berjarak setengah meter dengan pengendara lainnya. tapi ternyata, tindakanku mengusik pengendara lain di sebelah kanan.

seorang bapak yang tubuhnya pastilah bigger than my body.hehe, kuperkirakan tubuhnya lebih dari 110 kilo..lebih! lebih dari 2 kali tubuh saya. bapak tersebut bersama istrinya, yang juga tidak lebih kurus. dan satu orang anak yang duduk di depan.

si ibu meneriaki aku, begini suaranya.. "hhhhhrggg..." serius! begitulah suaranya. aduh, saya benci banget konflik.

dan sejujurnya, saya tidak menyangka kalau ternyata orang yang dimarahinya saya sendiri. saya buka kaca helm. "ada apa Bu?" masih harus dengan sopan, malah ingin mengucapkan maaf, kalau saya memang salah, kalau saja kata-kata kasar tidak keluar dari mulut mereka. yup! mereka...

kompak sekali suami istri itu, mereka mengeluarkan kalimat-kalimat kasar yang saya sendiri tidak faham apa maksudnya. tapi dari nadanya, pastilah dia sedang memaki saya.

mungkin karena juga kesal dan malu diperlakukan seperti itu di depan banyak orang, timbul sedikit keberanian mengatakan ini. "turun aja pak, kalau berani!"

halahhh...perempuan ini!

eh, ternyata mereka benar-benar berhenti di pinggir jalan. oke.. bisa tambah panjang...tapi, memang harus diladeni. emangnya ada, orang gak salah apa2 tapi rela di maki2 di tengah jalan?

posisi saya tepat di sisinya. bersebelahan. bapak itu masih mengumpat, begitupun istrinya. saya masih mendengar, hanya menatap matanya yang nanar 9meyakinkan saya, orang ini dalam kondisi sadar atau tidak). ada kesempatan sedikit untuk menyela "salah saya apa?"

tidak ada jawaban, kecuali umpatan.

saya lihat lagi matanya. (lapar barangkali...). "pak, dilihat dulu dengan mata, apa salah saya?"
dia malah menjawab
"berani kamu? tak keplak kowe!!"
"apa pak?"
"tak gampar kamu!!"

walah....

saya turun, membuka helm.

"tampar kalau berani!! sini!!"

halahh... kalau dipikir sekarang, rasanya konyol juga menantang bapak gede itu, tapi gimana lagi, dia mengancam, walau kecil kan tetap bisa melawan. eh, si desi juga ikut2an turun...

"iya pak, coba aja gampar kalau berani"

dia mengancam lagi, tapi tetap tidak beranjak dari motornya.

dia mulai tidak bersuara, kecuali mata nya yang nanar.

"sekarang gini pak, jelaskan salah saya dimananya.. kalau perlu kita panggil polisi sekarang"
Desi hendak beranjak memanggil polisi yang mungkin ada di dekat situ...mungkin...tapi kemungkinan besar tidak ada.

"jangan hanya mengancam, bapak bisa dihukum karena ancaman bapak. ayo, kita selesaikan di hadapan polisi saja"

si istri sudah kelihatan resah. berkali-kali menepuk pinggang si bapak, untuk menyudahi. tidak lama, mereka kabur begitu saja.

tinggal saya dan Desi saling pandang dan menaikkan pundak. di perjalanan, masih lagi saya berpapasan dengan pasangan itu. saya dului, untuk mencatat plat motornya, sayang dia terlalu pengecut, sehingga mengambil jalan belok.

seperjalanan pulang saya berujar ke desi..

"Mbak, kamu tahu gak...seandainya tadi kita jadi memanggil polisi dan bapak itu tidak terlalu pengecut, mungkin malah aku yang kena denda dan diceramahi"

"emang kenapa?"

"asal kamu tahu aja mbak, aku gak punya KTP, nggak punya SIM C, nggak bawa STNK, dan aku nggak punya kartu identitas apapun, kecuali kartu asuransi CAR"

"ya ampun..."

"itulah mbak, ini pelajaran penting untuk kita. sekali kita mengancam seseorang, kita harus siap diancam dengan hal NOL sementara kita merasa terintimidasi"

kemudian kami berspekulasi, bahwa mungkin si bapak itu sering melakukan kekerasan terhadap istrinya. buktinya, ia tidak segan mengancam orang lain.



( buat bapak, ibu dan adik kecil di trafic lite tamsis, kalau saya memang ada salah, saya mohon maaf. tapi pak... orang selemah apapun, tidak akan terima jika dibawah ancaman)

8 comments:

Haris said...

Hemm... aneh juga ya bapak itu. Tadinya saya juga mengira dia salah lihat orang. Apa lagi mabuk ya..
Tapi untung mbak menghampirinya, kalau gak... mungkin diikutin terus.
Yang gak nyangka lagi.. walahh mbak.. kok ya ndak punya kartu identitas tho? Kalau nanti mau ngurus apa-apa gimana? Buruan buat mbak..
Salam

Anonymous said...

mbak waktu urus kartu identitas nya sekalian NPWP yah..eheheheh. Salam Kenal

Bambang Saswanda Harahap said...

sabar ya mbak
saya yakin hal seperti ini sudah biasa terjadi di muka bumi ni.. banyak prasangka dan amarah yang terkedang meluap tanpa alasan.. tidak mengenal tempat,waktu,dengan siapa dan knapa... mbak orang bijak bilang tiada yang lebih berharga dari masa lalu kecuali hikmah yang dijadikan kebijaksanaan untuk pelajaran ke masa yang akan datang..

Djoko Wahjuadi said...

Wheleh...wheleh...paduan peristiwa dan lokasi yang sangat tepat...di Taman Siswa dulu ada sekolahan yg didirikan oleh Ki Hajar Dewantoro, yg mengajarkan Budi Pekerti sebagai tuntunan hidup, tapi disana pula ada Penjara Wirogunan...yg menawarkan tempat bagi orang-orang yg tidak bisa menjaga budi pekerti...he..he..he

goresan pena said...

Erik; hehe, iya...saya sangat pengen punya kartu identitas. minimal KTP deh. tapi, asal tau aja mas...saya sudah urus KTP sejak hampir 6 bulan lalu, tapi memang di jogja, khususnya PERUMAHAN CANDI GEBANG tercinta ini...(halahhh) susah banget nerima warga pendatang menjadi warga nya, untuk urusan pembuatan KTP. prosesnya ribet banget. ini aja masih ngendap di tangan pak dukuh...
ya gitu, kayak imigran gelap aja yah... sssstttttt....jangan bilang2 loh...hehe

*Wayang: waduh...ada yang dari dinas pajak yah...:p
salam kenal juga yah...

*Timur Matahari; iya..justru saya sangat bersyukur dipertemukan dengan Bapak itu. paling tidak, sifat naif saya yang terlalu menganggap semua orang baik bisa pelan2 disadarkan..
satu lagi sebenarnya, pertemuan itu membawa perubahan yang cukup besar. sudah lama aku lupa akan sensasi saat marah, bergetarnya jemari dan suaraku, sesak di dada yang rasanya ingin membuncah..itulah amarah yang lama kurindukan. bahagia bisa merasakan itu lagi, bisa mengeluarkannya. karena, hiks...aku biasanya hanya menghela nafas dan menangis saat tertekan...aduh, kasian banget yah...

*tjonjo: terima kasih...aku kok gak kepikiran ke situ yah? padahal "hotel" penjara itu cukup sering aku lewati.. terima kasih sudah mengingatkan..
salam...

Anonymous said...

kwkwkwkw..mantap bu,kok ga di kempesin aja si bapak itu..badannya aja yg gede:D...bagus tuh di tulis di KR,dikirim aja bu,sapa tau bapaknya baca,,hehehe

Jenny Oetomo said...

Wah ternyata ibu satu ini punya nyali yang gede, orang berbadan besar pun berani diladeni , dan yang penting akhirnya dapat mengambil hikmah dari peristiwa tersebut, Salam

goresan pena said...

*reind...ide bagus tuh masukin ke KR (Kedaulatan Rakyat), tapi reind, aku ga suka konflik. dan aku menulis ini tidak bermaksud mempermalukan dia.. hanya sekedar pelajaran yang harus kuambil hikmahnya...

reind...selamat jalan yah...yang jelas, aku pasti merindukan sahabat sepertimu...baek2 di makasar, kampung halaman...
aku banyak berhutang ke kamu..thx bikin blog ku jadi lebih menarik...
tetep kontak2an yah...
kalo' punya gebetan baru, kabar2i...jangan hanya pas putus aja baru curhat...hehe...

*Mas Jenny oetomo; nyali...hihihi...syukurnya ternyata itu jadi bakat terpendam pak...hehe..
iyah, yang penting adalah hikmah...terima kasih.