22 November 2008

Jogja, lagi-lagi merobek luka

“Menulislah dengan gembira..”

Kalimat itu selalu terngiang dalam telinga saya. Entah kapan nanti akan tidak lagi berdenging-denging. Menulis dalam gembira… walau terkadang dalam kegembiraan, saya tidak dapat menggambarkan apa-apa. Saya pun tidak bisa mendeskripsikan apa-apa.

Lebih banyak kegelisahan dan kegundahan hati yang menuntun saya menulis. Ahhh, kiranya tulisan serupa ini yang hanya berakhir seperti diary. Tulisan dengan wajah muram yang nantinya hanya mampu memberi kesuraman untuk pembacanya.

“menulislah dengan gembira, Ya..!”

Kali ini saya yang menasehati diri sendiri.

Saya tidak gembira, saya sedih, walau saya mencoba untuk gembira. Walau saya berusaha untuk mensyukuri semua anugerah yang datang dan melimpah dalam hidup saya.

Tapi, saya harus jujur, saya bernar-benar sedih. Sedih dan merasa seperti sia-sia.

Saya juga muak..

Muak menemukan kenyataan

Muak menghadapi kebenaran

Muak..

Saya muak mengakui

Saya muak mendapati

Saya muak..

Sekali lagi, “menulislah dengan gembira”. Lagi-lagi suara Pak Iwan terngiang. Ya Pak.. saya akan coba. Lagi dan lagi. Walau saat ini saya tetap menekan tuts demi tuts dengan perasaan hampa.

Semua akan kembali seperti semula, cepat atau lambat. Saya atau dirimu yang pergi, tanpa perlu tersakiti. Siapapun diantara kita.

Pergilah..

Karena menghalangipun tak mampu

Mencegahpun tak kuasa

Pergilah..

Bila harus begitu.

Sebuah lagu menguntai Slank; Terbunuh Sepi

Di malam setelah ramai bersama, 21 Nopember 2008

22:39

9 comments:

Nyante Aza Lae said...

duluannn...
jd inget film naga bonar jadi2 mba'.."jangan bersedih"...terus semgat n gembira..

Anonymous said...

ups
jgja kota mati?

Anonymous said...

Hmmm,kalo ngerasa bosen,muak,sedih,hampa,dll kayaknya mesti banyak jalan deh mbak...siapa tau pas jalan bisa ketemu saya,kenalan....berarti dapet temen baru...he..he..dijamin bosen,sedih,hampanya ilang...muaknya? gak janji dech...

Multama Nazri said...

aku hadir mencoba mengghilangkan semua laramu....senyumlah walau dalam hati...
ketawa yang lepas dan percaya diri.
Moga selalu bahagia

Haris said...

Benar kata mas Iwan, mood yang terbawa saat kita melakukan suatu aktifitas akan mempengaruh hasil karya kita.

Kondisi mental yg positif akan memberikan aura positif terhadap karyanya. demikian sebaliknya

Anonymous said...

"..Saya atau dirimu yang pergi, tanpa perlu tersakiti. Siapapun diantara kita".

..disinilah 'point of no return' yg pilihannya cuma tinggal 2, yaitu: '...bangkit dan lawan... (kata Wiji Thukul)' atau '..aku pulang tanpa dendam, kuakui kemenanganmu...'(kata SO-7)

..come on cheers-up..it is not a big deal...nikmatilah kemuakanmu...i'll be on your side...

goresan pena said...

*nyante aja lae; iya nih...terima kasih dah jadi yang pertama koment..
iya...cheer up the world...udah gak sedih lagi kok

*rakha; hehe....sound good, kapan yah...bisa jalan2...

*multama; terima kasih sahabat...kehadiranmu membuatku lebih bersemangat menjalani hidup...
semangat...semangat!!!

*mas erik; hehe, jadi malu deh, maaf yah..kalo' tulisan ini bikin mas ikutan sedih...halahhhh....

*pak djoko; benar pak...saya harus bangkit... "hanya ada satu kata, LAWAN!!!"

Arief Firhanusa said...

Saya lebih percaya: "Menulislah dengan jujur".

Menulis dengan gembira bukan jaminan tulisan tertuang dengan jujur. Menulis dengan riang hanya memenuhi syarat teknis, sedangkan menulis dengan jujur memberi nyawa pada tulisan, tak peduli kita sedih atau gembira.

goresan pena said...

hiks...saya seperti dibela...terima kasih mas...