02 August 2008

baca; dengan sederhana


Part 3
“untuk apa lo sholat? Kompensasi apa yang bakal diberikan Sang Dzat? Pernahkah kalian bernegosiasi? Mengenai hak dan kewajiban! Bukan hanya menusia saja yang punya hak dan kewajiban. Dzat juga dong!! Lantas apa kewajiban dari Sang Dzat? Dan apa haknya? Apa tidak ada imbalan atau balas jasa dari segenap rahmatNya?”
“kok kamu bicara lancang begitu sih?”
“lancang? Aku bicara apa adanya!sekarang kutanya, apa kamu sudah yakin dengan apa yang kamu lakukan selama ini? Kamu yakin.. kelak kompensasi dari Tuhan itu akan serta merta terlimpah untukmu? Suatu yang pastikah itu?”
“ya..! jika aku terus menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya!”
“ehm.. but, please.. denken sie einmal, think twice! Sebelum kamu melakukan itu semua, yang pertama mesti kau cari ialah, mengapa kau harus melakukan ritual itu? Mengapa Tuhan begitu kau butuhkan? Bukan sekedar mencari kompensasi yang konon kabarnya merupakan janji Tuhan. Tuhan tidak menciptakan robot! Biarkan lah darah yang mengalir karena oksigen yang bekerja terpompa ke otak, sehingga kau dapat berpikir, carilah makna sebanyak-banyaknya, jangan pernah berhenti berproses. Cintailah Tuhan dengan hatimu. Jadi kan ia kebutuhan yang mendasar. Biarlah, janjiNya itu kelak menjadi sekedar bonus. Tapi, sanggupkah?”

pontianak, 2002

6 comments:

Djoko Wahjuadi said...

Mohon maaf sebelumnya...saya kutipkan satu phrasa ulasan yg pernah saya baca (tapi saya lupa dimana)"...heaven is not a time, heaven is not a place...heaven is being perfect...". Pemahaman saya: sempurnakan cinta kita kepada Tuhan, maka kita akan selamat didunia, dan mendapatkan 'bonus' diakhirat nanti...amien.

Anonymous said...

saya salut dengan tulisan mbak. realistis, logis, padat, singkat.
saya juga kadang ingin menulis sesuatu, terserah jenisnya seperti apa. tapi kadang tidak berani mempublishnya karena takut akan esensi dan muatan di dalamnya. tapi aku akan mencoba membuat sesuatu yang bermakna bagi diri saya dan orang lain saya harapkan.
sekali lagi salut deh buat mbak.
klo saya boleh minta tolong, mbak kiranya sudi melihat blog saya dan beberapa tulisan/puisi saya yang mungkin kurang sesuai dengan makna puisi dan tata cara pembuatan puisi/tulisan yang sebenarnya.
puisi itu indah bagi saya...

goresan pena said...

* pak djoko ; intinya saya setuju pak, mungkin saya mengalami masa pencarian yang tidak pendek untuk menemukan kecintaan yang sesungguhnya itu, hingga saya mampu me-posting tulisan ini. insyaAllah, kebutuhan yang mendasar itu telah saya rasakan. terima ksih...

*multama; wah, terima kasih yah.. pujian ini menyenangkan... tapi, bisa jadi candu juga. tapi enggak kok... smg selalu jadi trigger buatku. :)
ini saranku yang seringkali kuterap[kan untuk diriku sendiri : "lakukan saja, hajar!" dan setelah dilakukan, niscaya ketakutan itu akan hilang. mengenai respon atau orang yang keliru membaca esensi tulisan kita, itu masalah belakang. tiap orang punya kemampuan yang unik, itulah ajaibnya sebuah tulisan.
ok, aku pasti jalan2 ke blog mu...
senang sekali mendapat teman baru...:)

Jenny Oetomo said...

Manusia memang diciptakan dengan segala instrument yang menyertainya sehingga dia disebut sebagai makhluk yang sempurna, dan instrumen yang lengkap itulah harusnya mencari kebenaran yang hakiki dimanapun dan kapanpun baik dengan cara membaca kalam maupun membaca alam, Salam

Anonymous said...

bersyukur pada takdirmu, bukan berarti harus menjadi kiayi atau nyai
menjadi dirimu sendiri,
berbuat untuk dirimu, keluarga dan orang lain, irulah arti bersyukur yang sebenarnya.

ramadhan 2005

Haris said...

Ritual yang dilakukan memang semestinya bukan karena berharap pahala dan takut dosa, tapi memang menjadi kebutuhan dan kesadaran jiwa kita. Semoga kita menjadi hamba-Nya yang dicintai-Nya. Amiin.