07 July 2008

Setelah Ini Tuntas



...setelah berjauhan ini, setelah segalanya tiada lagi dapat dimiliki bersama. tidakkah ini yang kau inginkan sebelumnya? tidakkah jarum waktu telah mengarah pada apa yang kau kehendaki? kenapa ada sebuah penyesalan? kenapa kau masih merasa bersalah? kenapa ada yang ingin kau tuntaskan lagi? bukankah ini sudah tuntas? persis seperti yang kau inginkan.. lalu kenapa kau kembali.. kembali untuk mengungkitnya. bukankah kita sudah tercerai..jauh sebelum kita sempat merasakan persatuan. bukankah kita sudah berjalan sendiri-sendiri, sebelum kita sempat merasakan saat-saat bersama.

aku kan selalu menjadi mentarimu. aku berjanji. janji yang seumur hidup akan selalu aku usahakan. janji yang aku harap tidak dikhianati waktu. janji yang kubangun agar tidak tenggelam menjadi sebuah dusta. aku ingin menjadi mentarimu. seperti dulu dan selalu. tapi, apa masih perlu? sementara cahaya tak terlalu mutlak kau butuhkan. bahkan di ruang hampa kau tetap ada. tapi apa kau masih butuh? sementara jika kau bergerak, langkahmu akan membuat sinarku tak berarti. engkau udara..udara yang selalu melaluiku, engkau udara.. yang melimpah, tapi tak dapat kunikmati. engkau ada, tapi tak bisa untukku. bukan salahmu.. bukan. tapi klep jantungku tak berfungsi. sia-sia udaramu. sia-sia.. klep jantungku tertutup.

aku tahu, ini tidak akan lama lagi. sebentar lagi. hanya tinggal menunggu. menunggu saat yang tepat. saat aku benar-benar tidak sanggup lagi. atau mungkin saat dia tidak sanggup lagi. ini akan tersudahi, dan kau tak perlu menyesal kembali. tidak. aku pergi untuk kembali. kembali pada yang semestinya. aku sudah merasakan ini. jauh sebelum saat yang dia tentukan. aku sudah membaca ini, sebelum suratan tertulis. aku sudah membakarnya, supaya tangan-tangan suruhannya tidak mampu membaca suratan tersebut. agar suratan takdir tak sampai ke penjaga-penjaga. agar waktu bisa diberikan lebih lama. tapi, ternyata sia-sia. dia maha mengetahui. dia lebih berkuasa. aku tidak dapat mengkhianati waktu.
pada guratan-guratan nadiku, tertulis jelas apa yang dikehendaki. kau sempat membacanya. tapi kau keliru. kau membacanya tidak pada arah yang tepat. kau membaca secara terbalik. kau salah mengartikan segalanya.

dia berkata di ruang hampa ini. saat aku kehilangan seluruh keseimbangan kesadaran. di saat aku terseret arus yang begitu deras. di saat aku hanyut pada dunia yang berada jauh di luar kendali pikiran. dia berkata "sudah dekat, bersiaplah". perkataannya yang halus tapi memekakkan tak kuhiraukan, kutepis dan coba lari. lorong hitam dan pekat tidak menyisakan secuil udara untukku. tapi, aku sudah terbiasa. karena jika kupaksakan menarik nafas, malah akan berakibat fatal. jantungku terhantam. lorong itu begitu jauh, seperti melarikan diri dengan sia-sia. seperti mimpi buruk dan tak mampu bangun. seperti tertindih setan dan tak sanggup melepaskan cumbuannya.

"sudahkah?" tanyaku berbisik. bukan pada siapa-siapa. aku hanya bertanya padanya. tapi tak ada suara. kemudian, yang kulihat adalah savanna, kemudian aku berjalan mengitarinya, berjalan dengan peluh yang menyelubungi tubuhku. aku tak mengenal rasa. tak ada rasa sakit, tak ada rasa lelah. tak ada rasa takut, tak ada rasa mampu, tak ada rasa... yang kemudian aku rasa adalah aku yang mati rasa. telingaku tak berfungsi. hidungku tak sanggup mencium, lenganku tak sanggup meraba. kakiku tak berpijak. tetapi mataku..aku dapat melihat! satu-satunya indera yang tersisa. sesuatu yang kusadar, berada diambang nyawa.

kau...

adakah waktu mampu mengantarkan pada pertemuan kedua? letih aku melawan, tapi sia-sia.. seperti pekat hitam di pelupuk mata. jiwaku.. biarkan menari di sisimu. biarkan dia dekat dengan mu. biarkan dia menjadi pendampingmu. biarkan.... selalu bersamamu. jiwaku...biarkan luruh, karnamu. biarkan jiwaku menerobos ketenangan pada matamu.. ijinkan..
kekasihku... tetaplah hidup...dan teruslah hidup, dengan jiwaku yang meluruh. yang luntur dan pudar dengan perlahan. lupakanlah.... seperti ombak menyapu pasir-pasir di tepian, seperti angin membawa pergi dedaunan...lupakanlah aku. meskipun kau bukan milikku lagi, kau selalu di hatiku. pergilah... ikhlaskan.

8 comments:

Saya makan Nasi Lemak said...

Aaa...kenapa sedih saja tulisan ini..aaa..kau ok ke sis?

Jenny Oetomo said...

Pilihan kata yang bagus dan romantis meramu kalimat menjadi indah dan bermakna, Salam

goresan pena said...

*Shaman; i'm ok. juz a little bit crazy..hehe..sekejap lalu rasa sedih menyerang tiba2 entah kenapa. mungkin kurang ikhlas..

*Jenny oetomo ; terima kasih...

Hadi jatmiko said...

kesedihan itu hanya akan menjadikan kita lemah di hadapan semua maka mari tegakkan kepala kepalkan tangan ke angkasa ucapkan bersatu bersarekat berlawan

goresan pena said...

"nimat hidu..!" itulah jawabnya. di kala kita sudah pernah merasakan seatu kesedihan, maka alangkah bahagia itu sangat mahal. di saat kita pernah merasakan sakit, betapa sehat itu adalah anugerah..
menikmati kesedihan dan rasa sakit, bukan berarti menyerah. hanya mengambil beberapa langkah ke belakang agar dapat melompat lebih jauh..
anyway... thx yah...coment nya, salam kenal...:)

goresan pena said...

"nikmat hidup"

Multama Nazri said...

memang kata "perpisahan" kerap kali kita dengar bahkan rasakan..bukan karena ada pertemuan sebenarnya tapi memang perpisahan itu variabel bebas yang tidak terikat pada apapun...
namun bila pun itu terjadi, maka tanamkanlah bahwa "itu bukan milik kita" agar rasa ikhlas itu murni semurni perpisahan kita...
hehehe...
hebat deh tulisannya...aku bingung ngasih koment apa

Anonymous said...

Percayalah pada yang kita yakini.Harapan dan cita-cita yang selalu hidup di dalam diri akan selalu memunculkan optimisme untuk mencapainya..