03 July 2008

One Nite (Cerpen/Short Story Verse)



31 okt 2002

"ok, sekarang aku bertanya"
"what?!"
"jika kita tertipu, apa kita sadar bahwa kita akan tertipu sebelumnya?!"
"enggak dong!"
"rite. Makanya penipu dikatakan atau dinamai ‘penipu’"
"kamu tahu.. seorang pria itu, dalam 5 menit berbicara, pasti akan menyisakan 1 menitnya untuk berdusta. Hanya saja, masalahnya, apakah kebohongan itu untuk kebaikan atau tidak"
"wah, gila juga. Kita sudah ngobrol berapa lama ini? Sudah berapa menit aku dibohongi?"
"eits, jangan salah! Kalau lelaki itu dalam 5 menit dia berbohong 1 menit, lain halnya dengan wanita. Justru wanita memanfaatkan 2 menitnya untuk hal serupa. Kesimpulannya, wanita lebih banyak berdusta. Sekarang pertanyaannya dibalik, sudah berapa menit kebohongan yang kau ciptakan?kamu yang bisa menghitung sendiri"
"ah, rumus darimana itu?"
"jangan salah, itu pengetahuan Nak. Apa kamu tahu.. bagi pria, waktu 5 menit itu sangat berarti. 1 menit untuk berbohong dan 3 menit lainnya untuk eksploitasi mutu, semacam self marketing.."
"so?"
"yah, kamu harus cari tahu positif point dari yang sisa 1 menit itu"
"wow, hebat. Boleh juga argument kebohongannya"
"wajar dong Nak! Bagaimanapun, aku menang , karena sudah ada 10 tahun yang aku lalui sementara kau belum. Tapi, aku salut juga dengan dirimu, bisa-bisanya mementahkan argument-argumenku, dan hebatnya.. kamu seakan tak merasa terbebani dengan filosofi-filosofi dan pandangan hidup yang sering kau sebut dengan racun itu. Tapi, untuk kau tahu, kau tidak akan berhasil meracuniku. Karena aku termasuk orang yang sangat extreme. Kalau ‘ya’.. tetap YA, kalau ‘tidak’, surely NO"
Aku tertawa, dalam hatiku membantah pernyataan itu. Mana ada orang kalah mengaku kalah. ‘benarkah kau tak dapat kuracuni? Tak sadarkah engkau jika detik ini, aku akan memburu dan menyeretmu’
"mungkin kau benar bung.. Memang sebenarnya dalam hidup ini kita hanya punya dua pilihan. ‘ya’ dan ‘tidak’. Tapi biasalah, manusia selalu menciptakan pembenaran-pembenaran untuk membela diri"
"yup. Karena selain dari dua pilihan tadi adalah kompromi. Tidak berlaku lah hukum itu untukku!"
"ya..ya..ya, pilihan yang diberikan itu hanya 2. Ya atau tidak, hidup atau mati, menang atau kalah, kaya atau miskin.. hingga pada pilihan surga atau neraka. Begitu juga dengan pilihan benar atau salah..hitam atau putih"
"nah, yang terakhir aku setuju. Hitam dan putih. Pilihan itu yang seringkali kita alami"
"hem, sekali lagi tidak salah. Hanya saja, kadang kita lupa dengan hal-hal lain yang bisa membuat pilihan extreme itu menjadi kabur! Grey area. Sekarang kutanya padamu, warna hitam dan warna putih itu berasal dari warna apa sih?"
"??? Tidak ada! Itu warna dasar Nak!"
"kalau warna merah?"
"itu juga tidak berasal dari warna apapun! Warna dasar itu sepengetahuanku hitam, putih, merah, hijau dan biru"
"yup!! Sudah terjawab!! Pilihan kita itu tidak hanya dua!!tapi lebih. Seperti kasus warna dasar tadi, kenapa ada 5 bukannya 2? Bung, hidup ini tidak hanya dijawab dengan YA dan TIDAK, kau bisa menjawabnya BOLEH, tidak juga MATI atau HIDUP, karna ada yang berada di antaranya, yaitu MATI SURI, tidak pula MENANG atau KALAH saja, tapi tentu kau pernah mendengar istilah SERI, tidak juga hanya KAYA atau MISKIN, karena ternyata lebih banyak yang berada sebagai kaum MENENGAH, entah nantinya menengah ke atas atau ke bawah, pun antara SURGA dan NERAKA, setahuku, orang-orang yang telah masuk NERAKA pun, jika punya selaksa saja kebajikan, tetap berpotensi masuk SURGA. Hm, tentang BENAR dan SALAH, harus selalu ada pembandingnya. Sekali lagi, tidak hanya HITAM dan PUTIH, ada banyak sekali warna yang bisa diciptakan dengan perpaduan 5 warna dasar tadi. THAT’S LIFE !!!"
Orang yang sering memanggilku dengan sebutan ‘anak’ itu hanya mengangguk kecil.
(sudahlah, kau tidak perlu mengakuinya. Itu hanya sebagian kecil racun yang akan kubagi, jika kau masih bersedia menerima. Tapi, tak terasakah?)
"nak, sudah berapa lama kau mulai berfilosofi?"
"since I meet you, babe" goda ku mengikuti gaya film-film Hollywood. Tentu saja aku bercanda. Lalu kami tertawa bersama.
"gila kau ya?"
Aku hanya tersenyum melihat responnya yang seketika dan aku menatap matanya, lalu tersenyum kembali.

Aku menghela nafas. Kemudian menikmati tahu goreng isi jamur yang kupesan. Susah payah aku menikmatinya. Mungkin sepasang sumpit di tangan kananku yang cukup memahami. Aku tersenyum geli dalam hati. Sepotong tahu isi yang berharga lebih dari 2 dolar untuk kurs setelah krismon. Ehm, ternyata Pontianak ini begitu kaya ( tidak perlu lah, aku berceloteh panjang lebar lagi tentang kebiasaan orang Melayu disini, hm, next episode maybe :D)
"berapa usia mu sekarang Nak? Benarkah 19?"
"yup!"
"kenapa kau tampak seperti 25?"
"hah??! sedemikian boroskah wajahku?"
"haha, bukan aku yang katakan, tapi kau sendiri yang menyimpulkan. Kamu tahu, aku pernah menolak gadis seusiamu beberapa waktu lalu. Karena perbedaan usia itu"
"that’s ur problem, sir! dia kan beda dengan aku. Kurasa.. dia hanya kurang mampu mengimbangi. Andai dia cukup pintar, kurasa kau tidak bakal menolak. Kalau perempuan itu aku, apa kau akan menolaknya?"
"God!! Sedemikian besarkah kepercayaan dirimu Nak?"
Aku hanya tersenyum. Ya, tentu saja tidak begitu. Life is jokes, Bung.. santai.
"Nak.. sepertinya aku tidak akan sanggup menjadi kekasihmu, kecuali kau menjadi istriku. Kalaupun memang harus, sepertinya… u’re the last choice. Karena aku bakal mati tenggelam dalam kecemburuanku"
"haha..! jangan berkhayal yang tidak-tidak!"
"Nak, kamu itu ibarat bayang di cermin. Kau hanya pantas dikagumi, tapi jangan sekali-kali hendak meraihmu..! entah pada siapa kamu akan menyerah"
Aku tersenyum. Sebuah senyum hambar. Andai dia tahu.. aku telah menyerah.. menyerah dengan garis pertemuan yang mendatangkan sesuatu berlabel cinta. Dilupakan begitu saja oleh cinta pertamaku, setelah sekejap memberi limpahan energy seperti seribu matahari menyinari sekaligus. Datang dan pergi begitu saja, sudahlah.. mengenangnya hanya bisa menghasilkan jutaan umpatan di dalam hati, yang sayangnya tak mampu keluar sepatah katapun. Lalu, mencoba memulai kembali dan terputus di tengah jalan, dikhianati oleh jarak dan waktu, oleh harapan-harapan yang pernah hadir, lalu pun masih lagi harus ditipu dengan sebenar-benarnya oleh seorang pria. Oh Shit!
Fair Enough!! Cukup lah sudah aku kalah. Dan aku tidak akan kalah dan menyerah lagi pada seorang pria.

Lalu aku memandangi minuman yang dipesannya. Teh botol dingin dan secangkir kopi panas tanpa gula.
"wow. Ini pemandangan paling kontras yang kulihat sepanjang hari ini"
"sudah kukatakan, aku sorang yang extreme"
"coffee without sugar?!"
"yah, mungkin terbawa mantan pacarku. Dia sorang Jepang. Dia selalu meminum kopi pahit"
"yang keberapa itu?cantik? bisa kubayangkan, gadis Jepang dengan rambut hitam pekat, mata yang jernih, bibir yang mungil, pink.. membayang kannya saja bikin gemes, apalagi memilikinya"
"aku pertama pacaran selama 3 tahun, dengan seorang nasrani, lalu 8 tahun dengan Nasrani juga, 5 tahun dengan gadis Jepang itu, tidak beragama. Dan Alhamdulillah sekarang aku jalan dengan yang seiman.. tapi aku tidak pacaran!"
"maksudnya?"
"yah, kalau dia mau jadi istriku, desember ini tunangan dan Juli nanti menikah"
"wah, terprogram sekali. Dasar extremer"
"hei Nak.. dengan kondisimu yang seperti ini, banyak orang yang menganggapmu jahat, loh! Jadi kamu tidak bisa menyalahkan orang yang telah menganggapmu seperti itu. Itu sanksi social!"
"hm, aku sepenuhnya sadar. Mungkin malah lebih dari sekedar sanksi social, malah mungkin lebih tepatnya eksekusi sosial . mereka punya hak, hanya yang perlu diingat, aku bukan pelayan massa. Aku tidak terprogram untuk itu"
"egois sekali kau"
"ya, memang. Asalkan keegoisanku itu masih bisa dikomunikasikan, kurasa, tidak ada masalah"
"ump..enjoy your life"
"always. I will always: menikmati setiap hari yang tersaji"
"baguslah. Jika kamu bisa berpikir demikian"
Aku mengembangkan senyumku, menatap langit yang gemerlap. Setengah malam kuhabiskan hanya untuk berbagi racun dengannya.
Mungkin malam ini adalah malam yang pertama dan terakhir kalinya kebersamaan ini. Pekerjaan terlalu sering membuat kami hanya sempat bertegur sapa sekenanya. Aku berdoa, agar bintang segera jatuh, supaya kau dapat melafazkan keinginan dan harapanmu, terutama niatmu untuk segera menikah. Semoga cepat terwujud. Padahal Bung…menikah bukan akhir segalanya. Dan itu tidak akan menyelesaikan permasalahan-permalahanmu sekarang. Please…denken sie einmal….

(ini salah satu tulisan yang dibuat tahun 2002 lalu, tanpa terasa sudah mengendap 7 tahun. Senang sekali merefleksi apa yang telah terjadi dan terima kasih untuk seorang teman atas percakapan malam itu).

5 comments:

Lia Marpaung said...

entah mengapa tapi aku senang dengan istilah yang kamu pakai dalam tulisan ini....keegoisan yang dapat dikomunikasikan....:)

nice reading !

Lia Marpaung said...
This comment has been removed by the author.
goresan pena said...

terima kasih.,..terima kasih..
hihi, rasanya baru aja kemaren nulis ini, ternyata udah 6th lalu. tau gak Bu... salah satu yang bikin semangat ku up lagi utk menulis adalah komen dari "Lia M"
hehe...thx yah...:p

Anonymous said...

Test..test...foto2nya bagus..lho??

goresan pena said...

terima kasih...salam. ;p