28 February 2009

Fragmen: Makna Cinta dan Kebersamaan

Kali Babarsari suatu sore

Sebuah fragmen yang menarik, menurut saya.
Sebuah keluarga sedang mandi di pinggiran kali. Sang Bapak memandikan anak gadisnya yang kira-kira masih kelas 3-4 SD. Bapak mengguyur air ke kepala si anak dan si anak tampak menggigil-gigil riang. Mereka tertawa riang. Lalu Bapak membebat si anak dengan handuk, setelah itu Bapak duduk di sebuah batu yang agak besar. Si anak yang masih berkemban handuk, memercikkan air ke arah Bapak. “jangan kaya ngono!” masih terdengar cukup jelas dari tempat saya duduk.

Kemudian, Sang Ibu yang sedari tadi mencuci pakaian, sambil mandi, menghampiri Bapak. Di siramnya perlahan tubuh Bapak yang memakai celana selutut itu perlahan, lantas dibalurnya dengan sabun colek dan di gosok-gosok punggung Bapak dengan sikat baju. Bapak diam saja menikmati sembari memperhatikan si anak yang memakai pakaian sendiri di tempat kering.

Ibu menggosok punggung, lengan, dada dan mengeramasinya serta. Lantas si anak yang sudah rapi, mendekati kedua orangtuanya dengan membawa pakaian salin Bapak. Ibu kemudian mengguyur Bapak untuk membilas sabun yang menempel. Lalu Bapak berganti pakaian.

Ketiganya, kemudian berjalan beriring. Ibu membawa bakul berisi baju-baju cucian, Bapak menggandeng si Anak dan si anak mengayun-ayunkan keranjang yang kiranya berisi sabun, sikat dan perlengkapan lain.

Alangkah indah sore itu.
Saya yang ‘lari’ mencari-cari sebuah makna akan kebersamaan dan cinta, kemudian mendapat jawaban dengan sebuah kesederhanaan. Betapa indahnya hidup jika kita bisa melihat lebih jujur, lebih rendah hati, lebih bersyukur…

Yang terakhir yang paling penting, menurut saya.

Itulah sebuah hakekat cinta… sebuah kesederhanaan…

Ahhh, tiba-tiba hati saya nyesekk… iri melihat kebersamaan ‘biasa’ itu. dan tiba-tiba saya ingin memeluk suami saya. Tidak dengan kata-kata… hanya pelukan, dan airmata yang tersimpan. I miss you, Pa….

4 comments:

Kabasaran Soultan said...

wow .... Hezra yang katanya bukan ( sang pujangga ) ... aku sampai spechless lho baca tulisanmu ... sangat teduh sekali.

Betapa indahnya hidup jika kita bisa melihat lebih jujur, lebih rendah hati, lebih bersyukur…
Sangat setuju dan keindahan yang sama pernah aku saksikan di sebuah gang di jalan salemba tengah sebagaimana kutulis dalam FILOSOFI SAIBA.

hari ini aku melihat sisi Hezra yang lain .. seorang pencari hikmah yang sangat jeli.

Nice posting hezra yang katanya bukan ( sang pujangga )

he-he-he

Arief Firhanusa said...

Fragmen yang membuka mata kita perihal kejujuran yang megah. Berulang saya melirik noktah kecil macam begini di lingkungan saya atau dimana saja, tetapi saya tetap kapitalisa dan terkadang tidak jujur dengan nurani ...

Anonymous said...

Kabasaran: terima kasih Pak... he... jadi malu...hihi...

Mas Arief: begitupun saya Mas.. he... saya pun seringkali tak jujur, masih harus banyak diingatkan...

Anonymous said...

Memang kita mesti banyak belajar dari orang sekitar kita.