26 February 2009

Antara Sapardi dan Patjar Merah

Percaya nggak kalau Tuhan pasti akan mengabulkan setiap keinginan kita? dan hanya waktu yang akan menjawabnya. Saya percaya..

...
Maret 2003

sebuah surat datang, dari seorang teman, sahabat, kekasih: Patjar Merah. berhubung di bulan itu saya berulangtahun, jadi..isi surat itu adalah hadiah.. setahun sebelumnya, ia memberi Pagina Kosong dan sebuah Kipas Ternate yang sangat bagus..(paling tidak menurut saya). lantas di tahun itu, ia mengirimi sebuah buku Nyanyian Sunyi, Khrisnamurti. dan sebuah kartu, bertuliskan sebuah sajak..

sajak itu adalah salah satu puisi Sapardi Djoko Damono,
: AKU INGIN (pernah saya posting juga beberapa bulan lalu). begini isi puisi itu.

aku ingin, mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

aku ingin, mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Sudah terbayanglah bagaimana perasaan saya saat itu. dan hingga kini pun, saya mengakui, itulah hal teromantis yang pernah saya alami. hahhahaha...(menertawakan diri sendiri dalam luh).

Lantas, saya mulai mengenal karya-karya Sapardi, dan terakhir saya mengetahui kalau beberapa puisinya direpro dengan musikalisasi. alangkah indah lagu-lagunya, Teman...
diantaranya yang dijadikan musik puisi adalah Aku Ingin, Buat Ning, Gadis Kecil, Nocturno, Hatiku Selembar Daun, dalam Bis, Hutan Kelabu, Ketika Jari-Jari Bunga Terbuka, Dalam Diriku, Sajak Kecil Tentang Cinta, dan Hujan Bulan Juni..

Dalam hidup ini, rasanya jarang saya mengidolakan seseorang. Apalagi, bermimpi untuk bertemu. Sejauh yang saya ingat, hanya Michael Jackson (hiks..:p) dan Sapardi itu sendiri...

Dan Teman, Tuhan mengirim pertemuan itu setelah saya terbayangi selama lebih 5 tahun..

Sabtu,21 Feb 2009. sore itu di Cafe Momento.. akhirnya Sapardi benar-benar di depan mata saya. berhadapan langsung dengan saya. saya sangat menikmati kata demi kata yang mengalir lugas dan pelan dari mulutnya.
Saya banyak diam (tak seperti biasa), tentulah saya tak ingin kehilangan momentum.. saya perhatikan mata beliau, alis, kening, rambut, gerak bibir.. mata ini seperti tak mau berkedip, karena saya ingin merekamnya dalam memori saya..

beliau tertawa... saya tersenyum.

..

entahlah, sampai detik ini saya masih speechless.. padalah sudah berlalu beberapa hari. masih saja menikmati denagn senyuman semua itu.
saat Mas Goe mengatakan "ayo, cerita tentang Sapardi.." hm, bukannya tidak ingin.. tapi, saya masih saja menikmatinya dalam diam..

.

Tapi teman, inilah sedikit yang bisa saya bagi.
ada cerita yang cukup menggelikan juga. yaitu saat puisi beliau berjudul Hujan Bulan Juni dibuat film dengan lokasi syuting di Tasikmalaya, diceritakan bahwa Hujan Bulan Juni merupakan sebuah ketegaran seorang ibu yang senantiasa menanti anaknya pulang dan bla...bla...bla...(he...)

nah, saat di tanya ke beliau apakah benar isi puisi itu bercerita tentang perempuan?, tau ga jawabnya apa?

"enggak tuh... puisi itu bercerita tentang korupsi"

nah lo....

saya sepakat saat beliau mengatakan bahwa setiap orang bebas menginterpetasikan apapun karya orang lain, puisi yang menjadi multitafsir... karena, itulah hebatnya seni.

satu lagi yang paling nyantel yang beliau katakan:
"menulis ya menulis saja! jangan minta pendapat orang lain bagus atau tidaknya"

...

Saya sudah bertemu Sapardi...
Sekarang, saya berdoa: semoga saya masih diberi waktu untuk bertemu Patjar Merah.
karena saya meyakini sebuah persahabatan yang diberi, seperti yang dikatakannya bertahun2 lalu..

"friendship is a promise made in the heart,
silent..
unwritten..
unbreakable by distance
unchangeable by time
take care always"

14 comments:

Miss G said...

"menulis ya menulis saja! jangan minta pendapat orang lain bagus atau tidaknya"

Ahahahaaa........ Saya tahu bahwa beliau mmg LUARBIASA!!! Yak, sama seperti yg saya tetapkan dalam hati, menulislah karena kamu ingin menulis G, menulislah karena jiwamu berteriak ingin mengungkapkan sesuatu yg tak bisa diungkapkan oleh mulut dan lucunya hanya tanganmu yg mampu untuk menjadi katalisator pikir dan rasamu, menulislah karena itu nafasmu! Oooh! Sekarang saya tahu bhw insting saya ttg yg satu ini sudah benar. Phew... setidaknya ada satu hal yg benar dalam hidup saya, wahaha, dan sangat merupakan anugerah bhw hal itu juga adalah salah satu yg paling saya cintai.

Thanks banget Hesra sayang, thanks untuk sharing yg luarbiasa ini. (^_^)

(((((((hugsssss)))))

goresan pena said...

saya setuju mbak... saya pun demikian, hanya tangan ini yang mampu membuat saya catarsist (menjadi katalisator, menurut mbak G)... selain airmata dan tawa tentunya...
saya menjadi teringat apa yang pernah dikatakan Mas Arief... pada posting saya tentang menulis dengan gembira.. mas Arief dengan bijak berkata (cieee...), bahwa menulis dengan jujur lebih baik (yah, beda redaksi dikit, gpp ya Mas..)... yah...begitulah..
nah, tentang yang multitafsir dari sebuah tulisan, Mas Goe juga pernah mengatakan dalam koment nya (lupa dimana...he...sorry mas..)

he... peluk hangat buat Mbak G...hip..hip...Horre!!!

mbak...mbak...
itu loh, ada Mas Goe dan Mas Arief Bawa KAYU....
TENGKYUUUUUUUU.......

hihihihi....
(maaf buat yang nama2nya digosipin...)

Kabasaran Soultan said...

hmmmmmmmmm ..begitu dahsyatnya kata-kata. menancap ... membekas dikepala.
apalagi kata-kata sang pujangga yang bisa dimaknai apa saja sesuai tafsir yang membaca.
bukankah selamanya seorang pujangga selalu membiarkan lobang tanya menganga di kepala.

Selamat ketemu sang Idola deh

Anonymous said...

nah, ternyata 'keyakinan' kita, tentang multitafsir dan kenyamanan dalam penulisan itu benar ya, Hez.
pada saat kita menulis larikan kata yg disebut orang puisi atau sajak atawa syair *dan kita menyebutnya 'TULISAN', kan ?*, orang berhak menafsirkan apa saja, sedang kita juga berhak merasa nyaman.
aku sering menjumpainya, penafsiran2 yg beda atas tulisanku, yang tidak sama dengan yg kumaksud. bahkan, saat aku menulis komen ini, tiba2 ada sederetan kalimat di YM, yg boleh dibilang mempertanyakan, men-judge-ku, atau apalah istilahnya.
sah2 saja. namanya juga beda kepala ;) .

eh, sekarang masih kebayang2 Pak Sapardi ndak, Hez ?

nah, buat Mas Arief, ternyata kita digosipin disini. kita samperin ke Jogja aja yok, Mas. hahaha...

Anonymous said...

eh, ketinggalan.
yg kuceritakan, yg baru nongol di YM itu, mempermasalahkan tentang tulisanku yg saat ini ku posting.

udah... :)

goresan pena said...

Pak...tolong, janganlah panggil saya pujangga...membuat malu...karena sadar diri, tak pantas... panggil saya hesra saja Pak...hehe...

goresan pena said...

tak tunggu di jogja wis...ayo...kapan? dikabari yo?

Arief Firhanusa said...

Hayo pada ngomongin saya ya? **PLETAK!**

Gini, menurut saya menulis itu ya menulis. Menurut orang itu puisi atau gurindam, silakan saja (halah, nyontek Mas Goen neh).

Kalau saya suka menulis, sebab saya kebetulan memang mencari maem di situ. Lha Mas Goen itu, profesinya perbankan tapi kok ya mau-maunya nulis, hahahaha ... **ampun pak!"

Benar, Hes, menulis memang butuh kejujuran. Kejujuran yang dimaksud ialah "menulis karena sukarela, bukan bohong kepada diri sendiri supaya dikira penulis oleh orang lain".

Menulis dengan jujur itu bisa ditengarai dari ujud tulisannya. Blognya G, misalnya, penuh kejujuran sebab ia mengalirkan apa saja ke media, tanpa berhitung sudah benar atau tidak menaruh tanda baca. Baginya, menulis ya mencurahkan isi hati.

O iya, saya iri padamu, Hes, sebab mimpi ketemu Pak Sapardi sudah saya pelihara sejak sekian tahun lewat. Eh, nggak taunya kamu duluan ... **sambil menekuk pipi, kecewa**

Anonymous said...

masih mimpi pacar merah, Ya? BM barusan nelpon bbrp menit yg lalu, udh 2 kali,eh bbrp kali, no mana yg aktif. Jd ingat,Yayay. Puisi itu justru mmg puisi Spardi yg BM baca....miss u. Mam es krim,yuk!

Miss G said...

@Arief Firhanusa, PLETAK LEMPAR PAKAI COKLAT, masih juga punya kesempatan untuk ngeritik diriku bahkan dilahannya Hesra! PLETAK LEMPAR PAKAI DUREN juga!

Anonymous said...

masih mimpi pacar merah, Ya? BM barusan nelpon bbrp menit yg lalu, udh 2 kali,eh bbrp kali sampai sekarang! No mana yg aktif? Puisi itu justru mmg puisi pertama BM baca dari Sapardi. Jadi ingat Yaya. Makan es krim,yuk!

Jenny Oetomo said...

Bersyukur kali dikarunia kecerdasan untuk merangkai kata kata indah yang diwujudkan dalam tulisan, dan dengan tulisan minimal tahu apa maksud dan karakter sipenulis, Salam

joe said...

aku ingin mencintaimu dengan sederhana...
keren banget, aku juga suka, sampai-sampai kutulis di dinding kamarku...
just brillian

Anonymous said...

* Mas Arief: hehe...seru to mas...gosip bareng2...
he...i won...i won...i won...
tapi saya pun iri dengan mas arief yang udah ketemu arswendo... padahal saya seneng banget loh dengan senopati pamungkasnya...bahkan buku dua nya saya lahap tak lebi dari 10 hari...he... bagi saya itu prestasi, Mas...

* Bang Ray: he... Bang Midun tau aja...yah masih lah Bang..mimpi kan untuk diwujudkan... atau dilewatkan??
tak mungkin dilewatkan begitu saja, karena dia yang mencipta "aku" yang sekarang ini Bang...
wah, Bang...tentu lah nomor yang lawas itu tak berganti...
jadi kangen...kapan yah bisa jalan2 kayak dulu... kabur dari kantor, hanya untuk beli es krim... cerita2 tentang masa depan...pilihan-pilihan kebolehjadian...dan jodoh yang ternyata datang dari negeri antah berantah...ah... bukankah hidup kita ini aneh sebenarnya Bang...?
dan Sapardi....as u khow lah...
bang midun lah yang tau saye, dari masih kecilllll....sampe' sekarang udah punya anak kecil...hehehe...

*Mbak G: hehe... ternyata Mas arief lempar coklat to? mau...mau...
hm...lahan ini free kok mbak...boleh2 saja...apalagi kalo' ditanami duren...heheheh....

*Mas Jenny: hmmm... iyah...benar kita harus banyak bersyukur yah Mas... terima kasih...

* Joe: sapardi memang keren kok... ma kasih udah maen ke sini...:)