17 June 2009

Ideologi Nasi

I

Selalu saja ibu berteriak di atas piringku dulu
“habiskan, menangis dia kau buang-buang”
Selalu saja ayah bersitegang di atas piringku
“syukuri! Jangan kau sambil.. aku lelah bekerja menafkahi”

Perut kita perut nasi
Seribu isi tanpa nasi, sama saja tak berisi

Atau hidup kita adalah ideologi nasi?
Kesejahteraan diukur dengan seberapa banyak pemakan nasi
Ukuran pembangunan pun terpetakan berdasar padi

Aih.. negeri ini memang negeri padi!
Makanan terhormat ya hanya nasi.


II

Aku bertanya dalam sepiring nasi yang kutatap lebih lama siang ini
Lebih lama kuhabiskan menatap ketimbang menyantap.
Dalam selintas layar kaca kulayang sekejap..
Sebuah neolib berkumandang dalam jingle mie instant

Aha!
Kiranya mie instant sudah sama saja tak berbeda dengan calon presiden
Dari Sabang sampai Merauke, katanya

Huh!
Apa kabar nasionalisme?
Alamat nasi nak bergeser jadi mie!


III

Sebut padaku, bencana mana yang tidak menghadirkan mie instant?
Tunjuk padaku, siapa tak pernah makan mie instant?

Luar biasa betul neoliberalisme halus ini

Jangan mimpi bikin negara agraris,
Kalau yang diupayakan monokultur begini

Kita ini terjebak pada beras!
Pada ideologi nasi..
Lantas, kalau sudah kacau panen begini,
Apa nak kita makan?
Mie instant?

Aih..
Tak satupun petani negeri ini berolah gandum
Negeri ini penampung gandum nomer wahid sejagad dunia

Lantas, masihkah nasi menjadi pangan terhormat?
Embuh!!

(terngiang dengan jelas jingle neolib itu, dan hatiku miris, sok nasionalis)


Jogja, 17 Juni 2009

9 comments:

icha said...

kita juga punya ideologi lupa!

lupa bahwa ada keadilan yang belum tuntas di masa lalu..tapi sudah berani obral janji baru!

Rakha said...

Postingan yg luar biasa! Menggugah & menggugat realita bangsa (atau negara?). Ayo,jaga idealisme. Salam dr jauh.

Ahmad flamboyant said...

seindah aliran sungai ,...lihatlah gayanya ketika mereka mengikuti alur.
ketika aliran itu deras ,gaungannya pun memuncak...

sungguh indah caramu bercengkrama dengan tulisanmu,idemu sungguh tertuang didalamnya

Kabasaran Soultan said...

Wahahahahahahahahahahahahaha .....
Aku sangat suka sekali satirmu ini Hez . Ternyata kamu jago juga becanda dan sungguh dengan cara yang amat manis.
Soal Indomie sepertinya postingan kita rada-rada nyambung nih.
Aku tunggu di Tralala- trilili.

koelit ketjil said...

hah! kau mengingatkan aku masa2 ditugaskan dilokasi gempa Bantul.. betul juga! betapa aku menjadi begitu bodohnya menjadi perantara membagi2kan mie instan itu

tajam silet mu membedah nadi neolib itu...

hhmmm pantas saja rambut2 didagu itu hilang tak berbekas
*masih memaksakan titik identik itu..hehehehee*

nh18 said...

Tersenyum membaca yang nomer II

Salam saya
(yang berasa belum makan ... kalau belum makan nasi )

goenoeng said...

neolib itu sejatinya apa ta ?
nasionalisme itu juga makanan apakah ?
nasi pecel = lebih nasionalis daripada mie instant ?

embuh... aku juga embuh...

Miss G said...

Hihihi... khas ini, lupa bahwa nasi bukan sejatinya makanan seluruh suku dari sabang sampai merauke, suku2 lain ada yg makanan "terhormatnya" adalah sagu dan umbi2an (^_-) Sayang sekali, dipaksa ubah menjadi nasi yg lebih susah diolah malahan oleh mereka. Ehem....

Ligx said...

ideologi yang menarik..kenyataan dan apa adanya..namun ironi,,pemerintah tak ada upaya lain soal nasi,,