28 March 2008

Bergerak Cepat ( Kalajengking Verse)

Dia bergerak cepat, menghindari tangan-tangan yang sedari tadi mengejarnya. Tangan-tangan itu masih sangat muda, berukuran kecil, tetapi berjumlah tak kurang dari seribu. Cepat bergerak dengan separuh keseimbangan, bergerak tanpa melihat lagi seberapa jauh jarak tangan-tangan itu, lebih cepat lagi.. tanpa menghitung, berapa tangan-tangan yang tersisa. Yang dia pikirkan hanya lari..lari.. dan terus bergerak cepat. LARI !!

“ kemana perginya kalajengking tadi ? “
“ kau masih memperhatikan ? aku tidak melihatnya “
“ ya. Hanya sedetik tadi aku mengerjap, lalu semua lenyap “
“ tidak mungkin secepat itu, kilat pun masih dalam hitungan beberapa detik “
“ tapi memang demikian adanya “
“ yahh.. mungkin di dekat tempat kalajengking itu berada, terdapat sarangnya. Tapi, rasanya tidak mungkin “
“ mungkin atau tidak bisa kita buktikan. Tapi dimana ? “
“ kau cari lah di sekitar situ. Tadi terakhir dimana kau lihat binatang itu ? “
“ di situ! Dekat tong sampah yang sudah berkarat itu “
“ ya, kau cari lah di situ “
“ kau tidak membantu ku mencari ? “
“ untuk apa ? “
“ tentu saja untuk mengetahui dimana kalajengking itu berada “ sambil berkata begitu, Kukuh berjalan ke arah depan, mendekati tong sampah yang telah berkorosi. Dan tiba-tiba saja, Ranggas berteriak mengaduh. Kukuh menoleh cepat, terlihat jemari Ranggas berdarah, cukup banyak. Dan cukup terkejut juga Kukuh melihatnya.
“ kalajengking sialan itu ! damn !! “
Hanya itu yang keluar dari mulut Ranggas.
“ mana ? “
“ sial ! kau masih juga hendak mencari nya ? kau tidak lihat, jariku berdarah seperti ini ? benar-benar sial !! “
“ iya. Aku melihat nya. Tapi, kemana larinya kalajengking itu ? “
“ damn !! racun nya sudah mulai menyebar.. dan kau, tidak sedikitpun memberi bantuan padaku. Oh shit !! “
“ Oh God !! aku nyaris lupa, kalajengking pun beracun. Tapi harus ku apakan ? “
“ kau harus membuang racunnya ! bukan memotong jari-jari ku untuk membuang rasa sakit ini “
“ tapi bagaimana caranya ? “
“ oh shit !! begitu sialnya aku hari ini, tak pernah sekalipun dalam hidupku, bertemu dengan orang sebodoh dirimu “
“ yah, kau beruntung hari ini, telah bertemu dengan orang bodoh yang belum pernah kau temui sebelumnya. Bukankah kau seharusnya merasa beruntung ? “
“ sudahlah ! cepat kau ambil tali, atau kau sobek saja baju ku ini, lalu ikat sekencang mungkin di atas pergelangan tanganku “
“ apakah untuk menghambat aliran darah ? “
“ stupid question, you know ??? “
“ hei, marah tidak menyelesaikan masalah. Hati jangan dibiarkan marah. Beri sedikit ketenangan”
“ bagaimana mungkin bisa tenang kalau yang dihadapi orang seperti kau ini ! “
Ranggas segera beranjak pergi, menyesali begitu banyak waktu yang dibuangnya percuma dengan mengharap bantuan dari Kukuh. Andai sedari tadi dia bergerak cepat menuju rumah sakit, klinik, atau minimal puskesmas atau apalah tempat yang sanggup membantunya, mungkin racun itu tidak begitu jauh menyebar, sekarang jemarinya sudah sedikit membiru. Sebentar menoleh ke belakang, dilihatnya Kukuh masih mencari kalajengking itu.
“ orang sinting ! “
Dalam benaknya yang kalut, bertanya, mengapa bukah Kukuh saja yang di gigit ? dan di sela kekalutan itu, ia menjerit kembali, bahkan lebih kencang. Seekor kalajengking sudah menjepit, menggigit dan menyengat jempol kaki Ranggas.

Masih tentang kalajengking. Suatu hari, Kukuh yang seakan terobsesi dengan kalajengking itu kembali bermain-main di dekat tong sampah yang sekali lagi telah mengalami korosi, telah berkarat. Katanya, membuat tato dengan tambahan serbuk kalajengking, hasilnya akan jauh lebih memuaskan. Tapi, sampai detik itu, Kukuh masih juga belum sanggup menemukan kalajengking. Hewan itu hanya menunjukkan diri sebentar-sebentar, seperti menggoda Kukuh, mungkin kalajengking itu rindu akan permainan petak umpet yang mana rasanya sekarang ini semakin jarang saja dimainkan anak-anak. Tapi, kalajengking kan bukan anak-anak. Kalaupun belum tua, tetap saja dia dikatakan anak kalajengking. Atau tetap saja kalajengking, bukan anak-anak. Tidak mengerti juga, apa kalajengking memahami permainan petak umpet itu atau tidak. Namanya saja sekedar perumpamaan. Tapi ini benar, kalajengking itu hanya terlihat sesaat, tapi, kemudian tiba-tiba saja menghilang di batas pandang Kukuh. Heran lagi, Kukuh tidak merasa ngeri kejadian yang menimpa kawannya, akan menimpa dirinya juga. Ia terus saja mencari kalajengking itu. Katanya, tato dengan tambahan serbuk kalajengking, hasilnya akan lebih baik. Katanya..
Seorang pengumpul sampah datang, mengeluarkan senjatanya. Besi panjang yang ujungnya melengkung sebagai pengait. Mengaduk-aduk isi tong sampah. Kukuh tetap mencari kalajengking bersembunyi. Ia ingin bertanya pada pengumpul sampah itu, dimana kira-kira tempat persembunyian kalajengking. Tapi, pengumpul sampah itu terlampau sibuk, Kukuh takut mengganggu. Sudah dicari kemana-mana, tetap saja tidak ada. Tidak juga ia temukan lubang seperti yang Ranggas pernah perkirakan, sebagai rumah kalajengking. Sudahlah, rasanya tidak ada yang bisa membantu. Kukuh buntu, dan spontanitas saja dia bertanya pada pengumpul sampah.
“ bapak ada lihat kalajengking ? “
“ ada “
“ dimana ? “
“ di TV, tadi siang ada acara tentang hewan-hewan. pauna dan pauna “
“ oo “ Kukuh hanya bisa berujar datar “ sempat menonton juga ? “
“ iya, di pinggir jalan sebelah, di toko barang elektronik, disitu gratis, mau nonton berjam-jam juga boleh. Kalau kamu mau, bisa saya antarkan. Besok saja, kalau mau lihat kalajengking, biasanya yang tentang hewan, jam 1 siang. Tidak hanya kalajengking, tapi juga ular, macan, gajah, burung dan masih banyak lagi. Lumayan loh dek , tidak perlu biaya ke kebun binatang “
Bapak tua itu memamerkan kepuasan atas pengetahuannya. Kukuh terdiam, melihat kekosongan di pikirannya. Sama dengan mulut bapak itu yang juga kosong, tak bergigi lagi.
Ranggas berpikir keras.
“ hmm, Pak.. tapi maksud saya, kalajengking di sekitar sini. Ada bapak melihatnya ? “
“ kalajengking ?? di sini ? yang benar saja adek ini. Di sini yang ada hanya sampah. Nih…”
Sambil menganggat pengait yang merupakan senjatanya itu, ingin menunjukkan kalau di sekitar itu, terutama di dalam tong sampah, hanya ada sampah. Bukan kalajengking. Begitu kait dianggat, dengan sangat terkejut si Bapak berteriak. Bergerak cepat melepas senjatanya. 4 ekor kalajengking tersenyum hangat pada beliau.
Sudah seminggu sejak pencarian kalajengking. Tapi Kukuh masih juga belum beruntung. Mengapa yang menemukan atau di ajak bercanda oleh kalajengking itu bukan diri nya ? melainkan orang-orang yang tidak membutuhkan kalajengking ? apa kalajengking tahu niatnya untuk meremukkan, melumat, menghancurkan, menjadikan kalajengking sebagai serbuk penambah tinta tato ? apakah mulai sekarang kalajengking sudah mulai mampu membaca pikiran? Apa ini pengaruh tayangan televisi, yang menyajikan banyak sekali orang-orang pandai dan pintar lagi mengetahui isi bahtera samudera pikiran seseorang, apa sejak saat modern ini, pikiran dan kemampuan otak kalajengking juga demikian bertambah ? hebat sekali. Tentu dengan kalajengking yang cerdas seperti ini, serbuknya akan lebih pekat dan akan lebih memuaskan hasil tato. Tapi, apa iya, kalajengking bisa berpikir demikian canggih ? bukankah yang bekerja dengan otak dan mampu memanipulasi otak yang lain itu hanya manusia? Dan kalajengking tetap lah kalajengking. Walau ia cerdas, tetap saja terbatas, yah.. secerdas-cerdas nya kalajengking !. kukuh semakin bingung saja, hanya bermula dari keinginan membuat tato yang mirip dengan tato milik seoranng penyair Rusia yang meninggal saat pembuatan tato di tubuhnya yang ke enam kali. Hingga sampai seperti ini.
Sudah 2 jam Kukuh berjongkok di dekat tong sampah berkarat itu. Kadang duduk menyelonjorkan kaki nya di batu-batu. Masih dengan alam pikiran yang mengambang, seorang anak kecil berjalan pelan, tersenyum pada diri sendiri. Kukuh terkesiat. Bukan pada anak kecil itu, tapi pada apa yang di pincing nya. Kalajengking. Lebih dari 5 kalajengking di ikat dengan tali pancing dan kemudian di bawa nya begitu saja, melenggang.
“ dik, kalajengking ? “
“ bukan. Ini rusa ! ya iyalah. Ini kalajengking, Bang.. “
“ bisa saja kamu. Dari mana dapat ? “
“ ada urusan apa ? “ sedikit curiga
“ tidak. Hanya saja, aku sedikit takjub “
“ dari pintu utara. Di belakang jalan ini, ada sebuah tong sampah, di sekitar situ banyak kalajengking “
“ tong sampah ? berkarat tidak ? “
“ iya. Berkorosi “
Tau pula anak ini dengan istilah korosi, pikir Kukuh.
“ kau yang menangkap nya ? “
Anak itu menggeleng “ tidak. Kalajengking ini menyerahkan diri. Tadi aku dan mereka bermain petak umpet. Sudah 10 seri, dan dari kesemuanya, aku menang 7 seri, dan kalah 3 seri. Jadi aku yang menang dan mereka harus menyerahkan diri. Begitu perjanjiannya “
Kukuh melongo. “ petak umpet ? “
“ iya. Sudah dulu ya Bang, ibu ku sudah menunggu kalajengking ini. Katanya bagus sekali untuk membuat alis menjadi tebal, hitam mengkilat, seperti orang-orang Arab “
Kukuh masih melongo. Kalajengking, petak umpet ? alis menjadi tebal? Ini sudah di luar alam pikiran Kukuh.


Jakarta
June, 2005

0 comments: